Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah
Pada kenyataannya konsep perbankan Syariah di Indonesia belum dapat menarik minat umat Islam Indonesia untuk menggunakan lembaga perbankan Syariah sebagai bagian dari kegiatan perekonomian mereka. Hal ini antara lain dikarenakan masih banyak pihak yang menganggap bahwa bank-bank syariah tidak ubahnya bank konvensional yang hanya memakai stempel Syariah.
Misalnya dalam praktek pembiayaan Murabahah terhadap rumah/properti, dimana dalam pembiayaan murabahah menghendaki terjadi jual beli antara pemilik barang dengan bank – dan antara Bank dengan Nasabah.
Namun dalam prakteknya, transaksi jual beli yang terjadi adalah transaksi jual beli antara pemilik barang (suplier) dengan nasabah yang dibuktikan dengan penandatanganan akta jual beli yang dibuat dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Disini pembiayaan Murabahah hampir tidak ada bedanya dengan produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank konvensional.
Ketika dilakukan Penelitian yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Penelitian ini dilakukan terhadap sistem jual beli murabahah pada Bank Negara Indonesia Syariah (Bank BNI Syariah), dalam kaitannya dengan pembiayaan rumah/properti.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Nasabah pengguna jasa pembiayaan Murabahah terhadap rumah/properti (nasabah). Karena populasi dalam penelitian ini bersifat homogen maka penarikan sampel hanya dilakukan terhadap 10 (sepuluh) orang nasabah. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sistem jual beli Murabahah pada Bank BNI Syariah adalah jual beli yang terjadi antara: Pemilik barang (Suplier) – Bank – Nasabah yang dibuat dibawah tangan, kemudian terjadi lagi jual beli antara Suplier dengan Nasabah dengan akta Notaris/PPAT.
Sistem jual beli tersebut tidaklah termasuk ke dalam bentuk jual beli Murabahah sebagaimana yang dimaksud oleh Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ketentuan Umum Murabahah Dalam Bank Syariah Jo. PBI No. 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Dengan sistem tersebut, pada kenyataannya jual beli yang terjadi adalah jual beli antara Ssuplier dengan Nasabah, dan peranan Bbank disini hanya sebagai penyedia pembiayaan saja, bukan sebagai penjual.
Disamping itu, pelaksanaan jual beli Murabahah pada Bank BNI Syariah belum dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena masih terdapat praktek peralihan hak atas tanah secara di bawah tangan. Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Jo. Peraturan Menteri Agraria/KBPN No. 3 Tahun 1997.
Penyimpangan ini terjadi karena Bank pada kenyataannya dihadapkan pada kendala-kendala dalam penyaluran pembiayaan Murabahah, terutama sekali kendala dari segi peraturan perundang-undangan yang memang pada kenyataannya sulit untuk dilaksanakan karena dipandang dapat merugikan dan sangat melemahkan pihak Bank.
Disarankan kepada Bank BNI Syariah dalam menyalurkan pembiayaan Murabahah senantiasa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku, baik ketentuan Syariah Islam maupun ketentuan Hukum positip. Apabila memang pelaksanaan pembiayaan murabahah ini tidak dapat mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, maka sebaiknya produk Murabahah ini tidak dipasarkan untuk sementara sambil menunggu terbitnya peraturan baru yang lebih mendukung pelaksanaan produk Murabahah ini. Karena itu diharapkan Bank BNI Syariah untuk lebih mengembangkan produk-produk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang berbasis PLS.
Pada kenyataannya konsep perbankan Syariah di Indonesia belum dapat menarik minat umat Islam Indonesia untuk menggunakan lembaga perbankan Syariah sebagai bagian dari kegiatan perekonomian mereka. Hal ini antara lain dikarenakan masih banyak pihak yang menganggap bahwa bank-bank syariah tidak ubahnya bank konvensional yang hanya memakai stempel Syariah.
Misalnya dalam praktek pembiayaan Murabahah terhadap rumah/properti, dimana dalam pembiayaan murabahah menghendaki terjadi jual beli antara pemilik barang dengan bank – dan antara Bank dengan Nasabah.
Namun dalam prakteknya, transaksi jual beli yang terjadi adalah transaksi jual beli antara pemilik barang (suplier) dengan nasabah yang dibuktikan dengan penandatanganan akta jual beli yang dibuat dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Disini pembiayaan Murabahah hampir tidak ada bedanya dengan produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank konvensional.
Ketika dilakukan Penelitian yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Penelitian ini dilakukan terhadap sistem jual beli murabahah pada Bank Negara Indonesia Syariah (Bank BNI Syariah), dalam kaitannya dengan pembiayaan rumah/properti.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Nasabah pengguna jasa pembiayaan Murabahah terhadap rumah/properti (nasabah). Karena populasi dalam penelitian ini bersifat homogen maka penarikan sampel hanya dilakukan terhadap 10 (sepuluh) orang nasabah. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sistem jual beli Murabahah pada Bank BNI Syariah adalah jual beli yang terjadi antara: Pemilik barang (Suplier) – Bank – Nasabah yang dibuat dibawah tangan, kemudian terjadi lagi jual beli antara Suplier dengan Nasabah dengan akta Notaris/PPAT.
Sistem jual beli tersebut tidaklah termasuk ke dalam bentuk jual beli Murabahah sebagaimana yang dimaksud oleh Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ketentuan Umum Murabahah Dalam Bank Syariah Jo. PBI No. 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Dengan sistem tersebut, pada kenyataannya jual beli yang terjadi adalah jual beli antara Ssuplier dengan Nasabah, dan peranan Bbank disini hanya sebagai penyedia pembiayaan saja, bukan sebagai penjual.
Disamping itu, pelaksanaan jual beli Murabahah pada Bank BNI Syariah belum dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena masih terdapat praktek peralihan hak atas tanah secara di bawah tangan. Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Jo. Peraturan Menteri Agraria/KBPN No. 3 Tahun 1997.
Penyimpangan ini terjadi karena Bank pada kenyataannya dihadapkan pada kendala-kendala dalam penyaluran pembiayaan Murabahah, terutama sekali kendala dari segi peraturan perundang-undangan yang memang pada kenyataannya sulit untuk dilaksanakan karena dipandang dapat merugikan dan sangat melemahkan pihak Bank.
Disarankan kepada Bank BNI Syariah dalam menyalurkan pembiayaan Murabahah senantiasa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku, baik ketentuan Syariah Islam maupun ketentuan Hukum positip. Apabila memang pelaksanaan pembiayaan murabahah ini tidak dapat mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, maka sebaiknya produk Murabahah ini tidak dipasarkan untuk sementara sambil menunggu terbitnya peraturan baru yang lebih mendukung pelaksanaan produk Murabahah ini. Karena itu diharapkan Bank BNI Syariah untuk lebih mengembangkan produk-produk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang berbasis PLS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar