Sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 25 Keputusan Presiden No 55/1993, tanggal 17 Juni 1993, maka dijabarkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional, No 1/1994, tanggal 14 Januari 1994, tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden RI No 55/1993, tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
Perkembangan terakhir pemerintah tanggal 31-5-2003 mengeluarkan kebijakan nasional bidang pertanahan termasuk kebijakan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, yang dilaksanakan pemerintah kab/kota, sebagaimana ditetapkan dalam Keppres No 34/2003 berikut penjabarannya dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 2/ 2003 tanggal 28-08-2003.
Batasan pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana diatur Keppres No 55/1993, adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah serta tidak digunakan mencari keuntungan dalam 14 bidang antara lain : Jalan umum, saluran pembuangan air, pasar umum atau pasar Inpres, jembatan dll (pasal 5 ayat 1)
Panitia pengadaan tanah
Kenyataan menunjukkan Susunan Panitia Pengadaan Tanah Kab/Kota, selama ini terdiri dari :
1. Bupati/wali kota, sebagai ketua merangkap anggota. 2. Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota, sebagai Wakil Ketua merangkap anggota. 3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sebagai anggota. 4. Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan, sebagai anggota. 5. Kepala Instansi Pemerintah Daerah Tingkat I yang bertanggung jawab di bidang Pertanian, sebagai anggota. 6. Camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah di mana Rencana dan Pelaksanaan Pembangunan akan berlangsung, sebagai anggota. 7. Lurah/Kepala Desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah di mana Rencana dan Pelaksanaan Pembangunan akan berlangsung, sebagai anggota. 8. Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pemerintahan atau Kepala Bidang Pemerintahan pada Kantor Bupati/Kota, sebagai sekretaris I, bukan anggota. 9. Kepala Seksi pada Kantor Pertanahan Kabu/Kota sebagai Sekretaris II, bukan anggota. ( Pasal 7)
Panitia Pengadaan Tanah bertugas :
a. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan.
b. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya.
c. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya.
d. Memberikan penjelasan atau menyerahkan kepada pemegang hak mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tsb.
e. Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian.
f. Mengabulkan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan dan benda-benda lain yang ada di atas tanah.
g. Membuat berita acara pelaksanaan atau penyerahan hak atas tanah. (Pasal 8)
Pokok-pokok kebijaksanaan
Pengadaan tanah dalam Keputusan Presiden No 55/ 1993, tanggal 17 Juni 1993, yang perlu diperhatikan :
* Pengadaan tanah dalam Keputusan Presiden No 55/ 1993, semata-mata digunakan memenuhi kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
* Pengadaan tanah bagi pelaksaan pembagunan untuk kepentingan umum dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
* Pengadaan tanah, selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara jual-beli, tukar menukar atau dengan cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan ( Pasal 2)
* Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan berdasar prinsip : Penghormatan terhadap hak atas tanah (Pasal 3).
* Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, hanya dapat dilakukan, apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum dimaksud, harus sesuai dengan berdasarkan pada Rencana Umum Tata Ruang, yang telah ditetapkan terlebih dahulu (Pasal 4).
Starting point
Setiap kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, terlebih dahulu harus dimohon dengan penetapan lokasi atas tanah yang menurut rencananya akan dibebaskan kepada bupati/wali kota setempat. Setelah memperoleh persetujuan tsb, instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan kepada panitia, yang selanjutnya panitia mengadakan penyuluhan kepada masyarakat di lokasi tsb.
Adapun kegiatan selanjutnya meliputi : Penetapan batas, pengukuran rincian, pendataan atas objek tanah beserta benda-benda yang terkait dengan tanah.
Pengumuman 1 bulan
* Musyawarah menentukan bentuk dan besarnya ganti kerugian, dapat dilaksanakan lebih dari 1 kali.
* Keputusan panitia terhadap besar dan ganti-rugi.
Poin penting dalam menentukan bentuk dan besarnya ganti kerugian.
a. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan musyawarah.
b. Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah.
Dalam jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah. Secara efektif, maka musyawarah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan panitia pengadaan tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk oleh para pemegang hak atas tanah.
Musyawarah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dipimpin Ketua Panitia Pengadaan Tanah (pasal 10).
c. Musyawarah dilakukan di tempat yang ditentukan dalam surat undangan (pasal 11)
Ganti Kerugian.
a. Ganti kerugian dalam rangka Pengadaan Tanah diberikan untuk : Hak atas tanah; bangunan; tanaman; benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah (pasal 12)
b. Bentuk kerugian dapat berupa : Uang; tanah pengganti; pemukiman kembali; gabungan dari dua atau lebih untuk ganti kerugian dan bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. (pasal 13).
c. Penggantian terhadap bidang-bidang tanah yang dikuasai dengan hak Ulayat.
Penggantian terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak Ulayat, diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat (pasal 14).
Cara Perhitungan
a. Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan sebagai berikut : Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak bumi dan bangunan yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan.
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir instansi.
Pemda yang bertanggung jawab di bidang bangunan.
c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh instansi pemda yang bertanggung jawab di bidang pertanian (pasal 15).
Bentuk dan besarnya ganti kerugian atas cara perhitungan dimaksud, ditetapkan dengan musyawarah. Ganti kerugian diserahkan langsung kepada :
a. Pemegang hak atas tanah atau ahli waris sah.
b. Nazir, bagi tanah wakaf.
c. Dalam hal tanah, bangunan tanaman atas benda berkaitan dengan tanah yang dimiliki bersama oleh beberapa orang. Sedangkan satu atau beberapa orang dari mereka tidak dapat ditemukan, maka ganti kerugian yang menjadi hak orang yang tidak dapat ditemukan tsb, dikonsinyasikan di pengadilan negeri setempat oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah (pasal 17).
Catatan penting dalam musyawarah
* Apabila dalam musyawarah telah dicapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah, dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah, maka panitia pengadaan tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan (pasal 18).
* Apabila musyawarah telah diupayakan berulang kali dan kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tidak tercapai juga, maka panitia pengadaan tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian sejauh mungkin memperhatikan : Pendapat, keinginan, saran, pertimbangan yang berlangsung dalam masyarakat (pasal 19)
* Pemegang hak dapat mengajukan keberatan kepada gubernur, yang disertai penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan keberatan tsb.
* Gubernur, menetapkan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tsb, dengan mempertimbangkan dan keinginan semua pihak.
* Setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan pemegang hak atas tanah, serta pertimbangan panitia pengadaan, maka gubernur, mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia pengadaan tanah mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian yang akan diberikan (pasal 20)
* Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh gubernur, tetap tidak diterima oleh si pemegang hak atas tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka gubernur yang bersangkutan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20/1961, tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.
* Usul penyelesaian tsb, diajukan gubernur kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan melalui Menteri dari instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Kehakiman.
* Setelah menerima usul penyelesaian dimaksud Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri, menteri dari instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Kehakiman.
* Permintaan melakukan pencabutan hak atas tanah disampaikan kepada Presiden oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, menteri dari instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Kehakiman (pasal 21)
* Khusus terhadap tanah yang digarap tanpa izin yang berhak atau kuasanya, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan UU No 51 Prp/1960 (Pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya) (pasal 22).
Perkembangan terakhir pemerintah tanggal 31-5-2003 mengeluarkan kebijakan nasional bidang pertanahan termasuk kebijakan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, yang dilaksanakan pemerintah kab/kota, sebagaimana ditetapkan dalam Keppres No 34/2003 berikut penjabarannya dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 2/ 2003 tanggal 28-08-2003.
Batasan pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana diatur Keppres No 55/1993, adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah serta tidak digunakan mencari keuntungan dalam 14 bidang antara lain : Jalan umum, saluran pembuangan air, pasar umum atau pasar Inpres, jembatan dll (pasal 5 ayat 1)
Panitia pengadaan tanah
Kenyataan menunjukkan Susunan Panitia Pengadaan Tanah Kab/Kota, selama ini terdiri dari :
1. Bupati/wali kota, sebagai ketua merangkap anggota. 2. Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota, sebagai Wakil Ketua merangkap anggota. 3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sebagai anggota. 4. Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan, sebagai anggota. 5. Kepala Instansi Pemerintah Daerah Tingkat I yang bertanggung jawab di bidang Pertanian, sebagai anggota. 6. Camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah di mana Rencana dan Pelaksanaan Pembangunan akan berlangsung, sebagai anggota. 7. Lurah/Kepala Desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah di mana Rencana dan Pelaksanaan Pembangunan akan berlangsung, sebagai anggota. 8. Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pemerintahan atau Kepala Bidang Pemerintahan pada Kantor Bupati/Kota, sebagai sekretaris I, bukan anggota. 9. Kepala Seksi pada Kantor Pertanahan Kabu/Kota sebagai Sekretaris II, bukan anggota. ( Pasal 7)
Panitia Pengadaan Tanah bertugas :
a. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan.
b. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya.
c. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya.
d. Memberikan penjelasan atau menyerahkan kepada pemegang hak mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tsb.
e. Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian.
f. Mengabulkan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan dan benda-benda lain yang ada di atas tanah.
g. Membuat berita acara pelaksanaan atau penyerahan hak atas tanah. (Pasal 8)
Pokok-pokok kebijaksanaan
Pengadaan tanah dalam Keputusan Presiden No 55/ 1993, tanggal 17 Juni 1993, yang perlu diperhatikan :
* Pengadaan tanah dalam Keputusan Presiden No 55/ 1993, semata-mata digunakan memenuhi kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
* Pengadaan tanah bagi pelaksaan pembagunan untuk kepentingan umum dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
* Pengadaan tanah, selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara jual-beli, tukar menukar atau dengan cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan ( Pasal 2)
* Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan berdasar prinsip : Penghormatan terhadap hak atas tanah (Pasal 3).
* Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, hanya dapat dilakukan, apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum dimaksud, harus sesuai dengan berdasarkan pada Rencana Umum Tata Ruang, yang telah ditetapkan terlebih dahulu (Pasal 4).
Starting point
Setiap kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, terlebih dahulu harus dimohon dengan penetapan lokasi atas tanah yang menurut rencananya akan dibebaskan kepada bupati/wali kota setempat. Setelah memperoleh persetujuan tsb, instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan kepada panitia, yang selanjutnya panitia mengadakan penyuluhan kepada masyarakat di lokasi tsb.
Adapun kegiatan selanjutnya meliputi : Penetapan batas, pengukuran rincian, pendataan atas objek tanah beserta benda-benda yang terkait dengan tanah.
Pengumuman 1 bulan
* Musyawarah menentukan bentuk dan besarnya ganti kerugian, dapat dilaksanakan lebih dari 1 kali.
* Keputusan panitia terhadap besar dan ganti-rugi.
Poin penting dalam menentukan bentuk dan besarnya ganti kerugian.
a. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan musyawarah.
b. Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah.
Dalam jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah. Secara efektif, maka musyawarah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan panitia pengadaan tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk oleh para pemegang hak atas tanah.
Musyawarah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dipimpin Ketua Panitia Pengadaan Tanah (pasal 10).
c. Musyawarah dilakukan di tempat yang ditentukan dalam surat undangan (pasal 11)
Ganti Kerugian.
a. Ganti kerugian dalam rangka Pengadaan Tanah diberikan untuk : Hak atas tanah; bangunan; tanaman; benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah (pasal 12)
b. Bentuk kerugian dapat berupa : Uang; tanah pengganti; pemukiman kembali; gabungan dari dua atau lebih untuk ganti kerugian dan bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. (pasal 13).
c. Penggantian terhadap bidang-bidang tanah yang dikuasai dengan hak Ulayat.
Penggantian terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak Ulayat, diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat (pasal 14).
Cara Perhitungan
a. Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan sebagai berikut : Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak bumi dan bangunan yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan.
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir instansi.
Pemda yang bertanggung jawab di bidang bangunan.
c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh instansi pemda yang bertanggung jawab di bidang pertanian (pasal 15).
Bentuk dan besarnya ganti kerugian atas cara perhitungan dimaksud, ditetapkan dengan musyawarah. Ganti kerugian diserahkan langsung kepada :
a. Pemegang hak atas tanah atau ahli waris sah.
b. Nazir, bagi tanah wakaf.
c. Dalam hal tanah, bangunan tanaman atas benda berkaitan dengan tanah yang dimiliki bersama oleh beberapa orang. Sedangkan satu atau beberapa orang dari mereka tidak dapat ditemukan, maka ganti kerugian yang menjadi hak orang yang tidak dapat ditemukan tsb, dikonsinyasikan di pengadilan negeri setempat oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah (pasal 17).
Catatan penting dalam musyawarah
* Apabila dalam musyawarah telah dicapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah, dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah, maka panitia pengadaan tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan (pasal 18).
* Apabila musyawarah telah diupayakan berulang kali dan kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tidak tercapai juga, maka panitia pengadaan tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian sejauh mungkin memperhatikan : Pendapat, keinginan, saran, pertimbangan yang berlangsung dalam masyarakat (pasal 19)
* Pemegang hak dapat mengajukan keberatan kepada gubernur, yang disertai penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan keberatan tsb.
* Gubernur, menetapkan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tsb, dengan mempertimbangkan dan keinginan semua pihak.
* Setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan pemegang hak atas tanah, serta pertimbangan panitia pengadaan, maka gubernur, mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia pengadaan tanah mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian yang akan diberikan (pasal 20)
* Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh gubernur, tetap tidak diterima oleh si pemegang hak atas tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka gubernur yang bersangkutan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20/1961, tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.
* Usul penyelesaian tsb, diajukan gubernur kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan melalui Menteri dari instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Kehakiman.
* Setelah menerima usul penyelesaian dimaksud Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri, menteri dari instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Kehakiman.
* Permintaan melakukan pencabutan hak atas tanah disampaikan kepada Presiden oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, menteri dari instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Kehakiman (pasal 21)
* Khusus terhadap tanah yang digarap tanpa izin yang berhak atau kuasanya, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan UU No 51 Prp/1960 (Pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya) (pasal 22).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar