CAPITA SELECTA PEWARISAN
ISTILAH-ISTILAH YANG ADA DALAM PEWARISAN
1. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda untuk dibagikan kepada yang berhak (Ahli Waris)
2. Ahli Waris adalah orang-orang yang (berhak) menerima warisan dari pewaris. Ada ahli waris menurut ketentuan undang-undang disebut ahli waris dibawah title umum (secara obintestanto), ada ahli waris yang ditunjuk dengan surat wasiat/testament disebut ahli waris dibawah title khusus (ahli waris testamentair).
3. Warisan (harta warisan) adalah semua peninggalan pewaris yang berupa hak dan kewajiban dibidang materil atau semua harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia setelah dikurangi semua utangnya.
4. Boedel adalah warisan yang berupa kekayaan saja, dan Yang perlu segera dikeluarkan dari harta orang meninggal dunia antara lain ialah :
• Biaya pengurusan mayat
• Dibayarkan utangnya
• Dilaksanakan wasiatnya/hibah wasiatnya
• Dalam hukum waris islam diambil zakatnya/sewanya
• Sisanya adalah harta warisan
Umumnya biaya pengurusan mayat ditanggung oleh pihak keluarganya.
5. Wasiat adalah suatu putusan dari seseorang (biasanya dituangkan dalam suatu akta) yang harus dilaksanakan setelah ia meninggal dunia. Wasiat Karena perbuatan sepihak dapat ditarik kembali. Dan orang yang menerima wasiat disebut ahli wasiat.
6. Hibah wasiat (legaat) adalah suatu penetapan yang khusus didalam suatu testament (surat wasiat) dimana seseorang memberikan sebagian hartanya kepada orang tertentu yang berlaku setelah ia meninggal dunia. Orang yang menerima hibah wasiat (legaat) disebut “legetaris”.
Menurut ketentuan hibah
wasiat tidak boleh melebihi 1/3 dari harta warisan. Biasanya ada orang yang ditunjuk, untuk melaksanakan wasiat itu, namun apabila tidak ada orang yang ditunjuk, maka warisan itu harus dianggap menunjuk semua ahli waris
7. Legitime partie adalah bagian mutlak yaitu bagian dari harta peninggalan yang tidak dapat dikurangi dengan testament dan pemberian lainnya oleh pewaris. Ahli waris yang berhak atas bagian ini disebut “legitimaris” yaitu para ahli waris dengan garis lurus menurut undang-undang.
Warisan Terbuka
Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itu disebut warisan terbuka. Sejak saat itu harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi pemilikan bersama. Pemilikan bersama berarti tidak mungkin harta tersebut dialihkan kepada orang lain tanpa kerjasama seluruh ahli waris. Satu orang tidak turut serta dalam pemindahan hak tersebut, maka perbuatan tersebut menjadi batal.
Orang yang dapat memperoleh warisan ialah para ahli waris yang pada ketika itu masih hidup. Anak yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah dilahirkan dan apabila meninggal dunia sebelum atau sewaktu dilahirkan maka dianggap tidak pernah ada.
Menurut hokum islam, warisan harus dibagi dalam waktu singkat dan dianjurkan dalam waktu 40 hari. Prinsipnya warisan harus dibagi sebelum ada ahli waris lain yang meninggal. Hal ini semata-mata jangan ada ahli waris yang tanpa hak memakan warisan yang belum dibagi. Bila ada anak yang masih dalam kandung, pembagian warisan ditunggu sampai anak itu lahir, untuk mengetahui jenis kelaminnya.
Hukum Waris Di Indonesia
Hukum waris termasuk ruang lingkup hokum perdata dan lebih kecil lagi termasuk ruang lingkup hokum keluarga. Hukum waris adalah hokum yang mengatur tentang kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli warisnya.
Ada 3 (tiga) macam hak waris yang berlaku di Indonesia, yaitu:
1) Hukum Waris Adat
Berlaku untuk orang Indonesia asli, baik yang beragama Islam maupun non Islam. Menurut Mr. B Ter Haar Bzn dalam bukunya Asas-asas dan susunan hukum adat, hokum waris adapt itu meliputi aturan-aturan hokum yang bertalian dengan proses penerusan dan peralihan kekayaan materiil dan immaterial dari turunan keturunan.
2) Hukum Waris Islam
Berlaku bagi orang yang memeluk agama Islam. Dalam bahasa Arab disebut faroidh yang berarti pembagian harta pusaka yaitu harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia. Mengenai harta pusaka (harta warisan), siapa-siapa yang berhak atas harta warisan dan cara pembagiannya telah diatur dalam Al-Quran dan Hadist. Beberapa hak yang wajib didahulukan dalam pembagian harta peninggalan tersebut adalah :
• Ambil lebih dulu zakat dan sewanya
• Keluarkan biaya mengurus mayat
• Dibayarkan utangnya
• Laksanakan wasiat/hibah wasiatnya (tidak lebih dari 1/3 harta peninggalan)
• Sisanya setelah dibayar semua hak tersebut, dibagi kepada semua ahli waris menurut ketentuan.
3) Hukum Waris Adat Barat
Yang tunduk pada hokum waris barat adalah orang-orang keturunan Eropa dan keturunan Tionghoa/Cina. Hukum waris barat diatur dalam KUHPerdata buku II BAB XVIII, dan hokum waris dianggap sebagai hak kebendaan. Oleh para sarjana hokum waris itu didefinisikan sebagai serangkaian peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang, mengenai akibat hokum dari harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, peralihan kekayaan yang ditinggalkan dan akibat-akibat dari orang yang memperoleh dalam hubungannya antara mereka sendiri dan juga terhadap pihak ketiga.
Surat Keterangan Waris
Siapa ahli waris yang berhak atas warisan tersebut, harus dibuktikan dengan surat keterangan waris yang dibuat atau dikeluakan olah Pejabat/Instansi yang berwenang.
1. Untuk orang Indonesia asli, surat keterangan waris dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala Kampung diketahui oleh Camat setempat bedasarkan keterangan para ahli waris. Di Kota Bandung, surat keterangan waris dikeluarkan oleh Walikota, berdasarkan surat keterangan Lurah diketahui Camat. Sedangkan di kota Prabumulih dikeluarkan oleh Camat berdasarkan surat keterangan Kepala Kampung. Adapun surat keterangan waris yang dikeluarkan oleh Mahkamah Syariah/Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri berupa putusan Pengadilan/Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan.
2. Untuk orang-orang keturunan Eropa,China dan Jepang surat keterangan waris dikeluarkan oleh Notaris atau oleh Pengadilan Negeri.
3. Untuk orang India, Arab dan Timur Asing lain, surat keterangan warisan dikeluarkan oleh Balai Harta Peninggalan.
Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Peralihan Hak Karena Pewarisan
Dalam hal pewarisan tanpa wasiat :
1) Surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh ahli waris atau kuasanya.
2) Sertifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atas nama pewaris, atau apabila mengenai tanah yang belum terdaftar, bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997.
3) Surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertifikat yang bersangkutan dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau instansi lain yang berwenang.
4) Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa :
1) Wasiat dari pewaris, atau
2) Putusan Pengadilan, atau
3) Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan, atau
4) - Bagi warga Negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.
- Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa, akta keterangan hak mewaris dari Notaris.
- Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Timur Asing lainnya : Surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
5) Surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan.
6) Bukti identitas ahli waris
7) Apabila pada waktu permohonan pendaftaran peralihan hak diajukan sudah ada putusan pengadilan atau penetapan Hakim/Ketua Pengadilan atau Akta mengenai pembagian waris, juga harus dilampirkan.
Catatan :
a. Akta pembagian waris, dapat dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi atau dengan akta Notaris;
b. Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian waris, maka didaftar sebagai harta berama dan pembagian hak selanjutnya dilakukan dengan Akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).
Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat :
A. Jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan sudah tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah dengan melampirkan :
1) Sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan belum terdaftar, bukti pemilik tanah atas nama pemberi hibah sebagimana dimaksud dalam pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,
2) Surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pemberi wasiat tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan atau instansi lain yang berwenang,
3) Bukti berupa :
• Putusan Pengadilan atau Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai pembagian harta waris yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohonan,
• Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaanya kepada Pelaksana Wasiat tersebut,
• Akta pemberian waris yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepala pemohon.
4) Surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hibah,
5) Bukti identitas penerima hibah,
6) Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997
7) Bukti Pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
B. Jika Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris dan penerima hibah wasiat sebagai harta bersama.
REFERENSI
Ali Affandi, SH. Prof, 2000. Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Subekti Raden, SH. Prof, 1995. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
ISTILAH-ISTILAH YANG ADA DALAM PEWARISAN
1. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda untuk dibagikan kepada yang berhak (Ahli Waris)
2. Ahli Waris adalah orang-orang yang (berhak) menerima warisan dari pewaris. Ada ahli waris menurut ketentuan undang-undang disebut ahli waris dibawah title umum (secara obintestanto), ada ahli waris yang ditunjuk dengan surat wasiat/testament disebut ahli waris dibawah title khusus (ahli waris testamentair).
3. Warisan (harta warisan) adalah semua peninggalan pewaris yang berupa hak dan kewajiban dibidang materil atau semua harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia setelah dikurangi semua utangnya.
4. Boedel adalah warisan yang berupa kekayaan saja, dan Yang perlu segera dikeluarkan dari harta orang meninggal dunia antara lain ialah :
• Biaya pengurusan mayat
• Dibayarkan utangnya
• Dilaksanakan wasiatnya/hibah wasiatnya
• Dalam hukum waris islam diambil zakatnya/sewanya
• Sisanya adalah harta warisan
Umumnya biaya pengurusan mayat ditanggung oleh pihak keluarganya.
5. Wasiat adalah suatu putusan dari seseorang (biasanya dituangkan dalam suatu akta) yang harus dilaksanakan setelah ia meninggal dunia. Wasiat Karena perbuatan sepihak dapat ditarik kembali. Dan orang yang menerima wasiat disebut ahli wasiat.
6. Hibah wasiat (legaat) adalah suatu penetapan yang khusus didalam suatu testament (surat wasiat) dimana seseorang memberikan sebagian hartanya kepada orang tertentu yang berlaku setelah ia meninggal dunia. Orang yang menerima hibah wasiat (legaat) disebut “legetaris”.
Menurut ketentuan hibah
wasiat tidak boleh melebihi 1/3 dari harta warisan. Biasanya ada orang yang ditunjuk, untuk melaksanakan wasiat itu, namun apabila tidak ada orang yang ditunjuk, maka warisan itu harus dianggap menunjuk semua ahli waris
7. Legitime partie adalah bagian mutlak yaitu bagian dari harta peninggalan yang tidak dapat dikurangi dengan testament dan pemberian lainnya oleh pewaris. Ahli waris yang berhak atas bagian ini disebut “legitimaris” yaitu para ahli waris dengan garis lurus menurut undang-undang.
Warisan Terbuka
Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itu disebut warisan terbuka. Sejak saat itu harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi pemilikan bersama. Pemilikan bersama berarti tidak mungkin harta tersebut dialihkan kepada orang lain tanpa kerjasama seluruh ahli waris. Satu orang tidak turut serta dalam pemindahan hak tersebut, maka perbuatan tersebut menjadi batal.
Orang yang dapat memperoleh warisan ialah para ahli waris yang pada ketika itu masih hidup. Anak yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah dilahirkan dan apabila meninggal dunia sebelum atau sewaktu dilahirkan maka dianggap tidak pernah ada.
Menurut hokum islam, warisan harus dibagi dalam waktu singkat dan dianjurkan dalam waktu 40 hari. Prinsipnya warisan harus dibagi sebelum ada ahli waris lain yang meninggal. Hal ini semata-mata jangan ada ahli waris yang tanpa hak memakan warisan yang belum dibagi. Bila ada anak yang masih dalam kandung, pembagian warisan ditunggu sampai anak itu lahir, untuk mengetahui jenis kelaminnya.
Hukum Waris Di Indonesia
Hukum waris termasuk ruang lingkup hokum perdata dan lebih kecil lagi termasuk ruang lingkup hokum keluarga. Hukum waris adalah hokum yang mengatur tentang kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli warisnya.
Ada 3 (tiga) macam hak waris yang berlaku di Indonesia, yaitu:
1) Hukum Waris Adat
Berlaku untuk orang Indonesia asli, baik yang beragama Islam maupun non Islam. Menurut Mr. B Ter Haar Bzn dalam bukunya Asas-asas dan susunan hukum adat, hokum waris adapt itu meliputi aturan-aturan hokum yang bertalian dengan proses penerusan dan peralihan kekayaan materiil dan immaterial dari turunan keturunan.
2) Hukum Waris Islam
Berlaku bagi orang yang memeluk agama Islam. Dalam bahasa Arab disebut faroidh yang berarti pembagian harta pusaka yaitu harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia. Mengenai harta pusaka (harta warisan), siapa-siapa yang berhak atas harta warisan dan cara pembagiannya telah diatur dalam Al-Quran dan Hadist. Beberapa hak yang wajib didahulukan dalam pembagian harta peninggalan tersebut adalah :
• Ambil lebih dulu zakat dan sewanya
• Keluarkan biaya mengurus mayat
• Dibayarkan utangnya
• Laksanakan wasiat/hibah wasiatnya (tidak lebih dari 1/3 harta peninggalan)
• Sisanya setelah dibayar semua hak tersebut, dibagi kepada semua ahli waris menurut ketentuan.
3) Hukum Waris Adat Barat
Yang tunduk pada hokum waris barat adalah orang-orang keturunan Eropa dan keturunan Tionghoa/Cina. Hukum waris barat diatur dalam KUHPerdata buku II BAB XVIII, dan hokum waris dianggap sebagai hak kebendaan. Oleh para sarjana hokum waris itu didefinisikan sebagai serangkaian peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang, mengenai akibat hokum dari harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, peralihan kekayaan yang ditinggalkan dan akibat-akibat dari orang yang memperoleh dalam hubungannya antara mereka sendiri dan juga terhadap pihak ketiga.
Surat Keterangan Waris
Siapa ahli waris yang berhak atas warisan tersebut, harus dibuktikan dengan surat keterangan waris yang dibuat atau dikeluakan olah Pejabat/Instansi yang berwenang.
1. Untuk orang Indonesia asli, surat keterangan waris dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala Kampung diketahui oleh Camat setempat bedasarkan keterangan para ahli waris. Di Kota Bandung, surat keterangan waris dikeluarkan oleh Walikota, berdasarkan surat keterangan Lurah diketahui Camat. Sedangkan di kota Prabumulih dikeluarkan oleh Camat berdasarkan surat keterangan Kepala Kampung. Adapun surat keterangan waris yang dikeluarkan oleh Mahkamah Syariah/Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri berupa putusan Pengadilan/Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan.
2. Untuk orang-orang keturunan Eropa,China dan Jepang surat keterangan waris dikeluarkan oleh Notaris atau oleh Pengadilan Negeri.
3. Untuk orang India, Arab dan Timur Asing lain, surat keterangan warisan dikeluarkan oleh Balai Harta Peninggalan.
Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Peralihan Hak Karena Pewarisan
Dalam hal pewarisan tanpa wasiat :
1) Surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh ahli waris atau kuasanya.
2) Sertifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atas nama pewaris, atau apabila mengenai tanah yang belum terdaftar, bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997.
3) Surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertifikat yang bersangkutan dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau instansi lain yang berwenang.
4) Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa :
1) Wasiat dari pewaris, atau
2) Putusan Pengadilan, atau
3) Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan, atau
4) - Bagi warga Negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.
- Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa, akta keterangan hak mewaris dari Notaris.
- Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Timur Asing lainnya : Surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
5) Surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan.
6) Bukti identitas ahli waris
7) Apabila pada waktu permohonan pendaftaran peralihan hak diajukan sudah ada putusan pengadilan atau penetapan Hakim/Ketua Pengadilan atau Akta mengenai pembagian waris, juga harus dilampirkan.
Catatan :
a. Akta pembagian waris, dapat dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi atau dengan akta Notaris;
b. Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian waris, maka didaftar sebagai harta berama dan pembagian hak selanjutnya dilakukan dengan Akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).
Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat :
A. Jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan sudah tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah dengan melampirkan :
1) Sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan belum terdaftar, bukti pemilik tanah atas nama pemberi hibah sebagimana dimaksud dalam pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,
2) Surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pemberi wasiat tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan atau instansi lain yang berwenang,
3) Bukti berupa :
• Putusan Pengadilan atau Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai pembagian harta waris yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohonan,
• Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaanya kepada Pelaksana Wasiat tersebut,
• Akta pemberian waris yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepala pemohon.
4) Surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hibah,
5) Bukti identitas penerima hibah,
6) Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997
7) Bukti Pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
B. Jika Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris dan penerima hibah wasiat sebagai harta bersama.
REFERENSI
Ali Affandi, SH. Prof, 2000. Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Subekti Raden, SH. Prof, 1995. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar