Rabu, 04 Maret 2009

Koperasi Sebagai Badan Hukum

Koperasi Sebagai Badan Hukum

Pendirian Koperasi dan Status Badan Hukum

A. Koperasi adalah Subjek Hukum : Persoonrecht
Dari pandangan Hukum Umum yang saya baca dalam buku General Priciple of Law and State, Hans Kelsen, bahwa yang dimaksud sebagai Subjek Hukum ialah manusia dan badan hukum. Hal ini tertuang dalam berbagai UU termasuk Pasal 1653 hingga 1665 KUH Perdata. Yang unik adalah ketik badan hukum yang tidak memiliki fisik seperti manusia namun dianggap (seolah-olah) sebagai seorang manusia. Sedangkan dalam Pasal 1653 dapat diketahui bahwa jenis perkumpulan (badan hukum), berdasarkan pembentukannya dapat dikategorikan sebagai badan hukum yang didirikan oleh pemerintah, yang diakui keberadaanya, yang diperbolehkan atau diizinkan keberadaanya, dan yang didirikan dengan maksud tertentu oleh siapa saja.
Maka koperasi termasuk dalam kategori badan hukum yang didirikan dengan maksud tertentu yang termaktub dalam Anggaran Dasar. Dengan menjadinya koperasi sebagai badan hukum, koperasi maka harus terpenuhi syarat sahnya badan hukum yakni cakap untuk memiliki kekayaan yang terpisah dengan anggotanya, serta semua yang dilakukan oleh pengurus atas nama badan hukum koperasi merupakan tanggung jawab dari badan hukum koperasi tersebut. Untuk masalah kapan, syarat-syarat serta ketentuan mengenai perolehan status badan hukum sangat kasuistis tergatung pada ketentuan hukum prosedur yang berlaku.

B. Aspek Hukum Perikatan Dalam Pendirian Koperasi
Koperasi sebagai suatu badan hukum pasti memiliki hubungan hukum dengan subjek hukum lainnya seperti pengurus, anggota, maupun pihak ketiga di luar koperasi. Maka setiap hubungan hukum yang terjadi antara para pihak harus mengacu kepada peraturan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Bab ketiga tentang perikatan pada KUH Perdata. Pendirian koperasi meupakan aspek hukum pertama yang terjadi dalam ranah hukum koperasi. Dalam praktik sebuah akta pendirian harus disepakati bersama minimal oleh 20 pendiri. Jika akta pendirian yang merupakan perikatan tersebut tidak mengikuti ketentuan syarat sah perjanjian sebagaimana Pasal 1320 – 1337 KUH Perdata maka koperasi tersebut pada saat pendiriannya tidak memiliki dasar hukum sebagai badan hukum.

C. Tujuan, Pendirian, Rencana Usaha, Bentuk, dan Jenis Koperasi
Tujuan mendirikan koperasi adalah untuk membangun sebuah organisasi usaha dalam memenuhi kepentingan bersama-dari para pendiri dan anggotanya-di bidang ekonomi. Letak kekhususan koperasi adalah kesejahteraan para anggotanya baik sebagai pemilik (owner) ataupun sebagai pengguna jasa koperasi (user) yang menjadi tujuan utama.

Walaupun UU 12/1992 tentang Perkoperasian memberikan kebebasan mengenai jenis-jenis koperasi, namun dalam penerapannya jenis-jenis ini sangatlah beraneka-ragam. Sedangkan para pendiri koperasi haruslah memikirkan sebuah rencana usaha sebelum menirikan koperasi mengenai setidak-tidaknya bentuk koperasi hingga jenis koperasi yang akan didirikan. Bentuk koperasi yang dikenal umum ialah koperasi primer dan sekunder; sedangakan jenis koperasi yang ada dalam praktek misalnya adalah koperasi produsen, konsumen, industri, simpan pinjam, candak kulak, jasa dan sebagainya; dan terakhir ada juga koperasi biasanya dibentuk oleh kesamaan fungsional anggotanya (mahasiswa, siswa, buruh).

D. Syarat-syarat Pendirian
Syarat utama pendirian koperasi dengan mengacu pada UU 12/1992 tentang Perkoperasian yakni minimal didirikan oleh 20 orang anggota. Setelah anggota menentukan tujuan hubungan hukum, serta anggaran yang setidak-tidaknya harus memuat daftar nama pendiri, nama dan tempat kedudukan koperasi, maksud serta tujuan serta bidang usaha, keanggotaan, Rapat Anggota, pengelolaan, permodalan, jangka waktu berdirinya, pembagian sisa hasil usaha, serta sangksi.

E. Modal Dasar Pendirian
Modal koprasi bisa didaptkan dari dua sumber modal utama yakni modal sendiri, dan modal pinjaman. Modal sendiri terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, hibah. Sedangkan modal pinjaman dapat berasal dari pinjaman dari anggota, pinjaman dari anggota koperasi lain, pinjaman dari koperasi lain, pinjaman dari bank dan anggota keungan lainnya, pinjaman dengan cara penerbitan obligasi dan surat utang lainnya, atau sumber-sumber pinjaman lainnya yang sah.

F. Nama dan Domisili Koperasi
Nama koperasi dan Alamat koperasi sangatlah penting dalam menentukan mengidentifikasi suatu koperasi sebagai badan hukum. Hal tersebut hendaknya dimuat dalam anggaran dasar koperasi. Untuk menghindari kesamaan nama yang mungkin saja terjadi maka hendaknya pendiri untuk mengecek kepada lembaga otoritas koperasi agar tidak bertentangan dengan Hak Kekayaan Intelektual, serta kesusilaan dan ketertiban umum dan termasuk juga ketentuan peraturan perundang-undangan.

G. Jangka Waktu Berdirinya Koperasi
Berdirinya koperasi dapat ditetapkan pada awalnya ditetapkan terbatas dalam jangka waktu tertentu atau untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sesuai dengan tujuan dan kehendak para pendiri. Penentuan batas waktu ini terkait dengan proses dan tata cara pembubaran koperasi yang ditentukan pada saat jangka waktu tersebut dimuat pada anggaran dasar.

H. Pengesahan dan Penolakan Akta Pendirian oleh Otoritas Perkoperasian
Pada Akta Pendirian atau Anggaran Dasar, harus dicantumkan nama-nama anggota atau orang-orang yang dipercaya untuk duduk dalam organ manajemen koperasi, seperti pengurus, pengelola, dan pengawas yang bersedia untuk menjalankan koperasi. Selanjutnya setelah semua pendiri menandatangani berita acara (minuta) pendirian atau Anggaran Dasar Koperasi di hadapan notasris, dalam waktu yang tidak terlalu lama (umumnya 1 minggu) notaris akan memberikan salinannya kepada semua anggota pendiri. Setelah itu, tanpa perlu menunggu salinan dari notaris, koperasi sudah bisa mulai beroperasi sebagai badan hukum. Koperasi dapat terus saja menjalankan usahanya sementara notaris akan mengajukan koperasi tersebut menjadi badan hukum ke otoritas koperasi. Selama paling lambat 3 bulan sejak diajukan oleh notaris akan dikeluarkan pengesahan akta pendirian koperasi dan diumumkan pula dalam Berita Negara RI. Apabila terjadi penolakan, maka para pendiri (atau melalui notaris) dapat mengajukan kembali permintaan untuk pengesahan setelah semua alasan penolakan tersebut dipenuhi. Pengajuan kembali tidak boleh lewat dari 1 bulan setelah penolakan diterima. Pada saat itulah diketahui apakah koperasi tersabut memiliki status badan hukumnya atau tidak. Namun kemungkinan untuk ditolak juga amat kecil, sepanjang tidak ada hal-hal prinsip yang tidak dapat ditoleransi, misalnya jumlah anggota pendiri, dan derivatif lainnya.

I. Perolehan Status Badan Hukum
Perolehan status badan hukum dimual semenjak sebuah koperasi mendapatkan pengesahan atas akta pendirian atau anggaran dasar di hadapan notaris. Sedangkan pengesahan yang dilakukan di otoritas koperasi sebenarnya hanya bertujuan sebagai registrasi atau pencatatan di lembaga pemerintahan dan pengumuman dalam Berita Negara RI untuk memudahkan kantor urusan koperasi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap koperasi-koperasi yang didirikan di Indonesia. Dengan mendapatkan status badan hukum berarti sebuah badan usaha koperasi menjadi subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Sehingga, terhadap pihak ketiga dapat dengan jelas dan tegas mengetahui siapa yang dapat diminta bertanggung jawab atas jalannya usaha badan hukum koperasi tersebut. Dalam kedudukan tersebut apabila dikemudian hari misalnya ternyata koperasi melakukan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata) terhadap pihak ketiga misalnya, akan dapat ditentukan siapa yang bertanggung jawab secara hukum terhadap tindakan melawan hukum tersebut; apakah badan hukum koperasi, manajer, atau para anggotanya. Pertanggungjawaban tersebut secara kasuistis dilihat dari sejauh mana tingkat keterlibatan kesalahan setiap anggota maupun pengurus sebagai organ dwitunggal dalam koperasi. Sedangkan anggota koperasi hanya akan bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh koperasi sebatas jumlah simpanan yang mereka setorkan.

Dengan menggunakan logika, maka ketika koperasi sudah berupa badan hukum, maka secara tegas harus diatur pula tentang hal-hal pembubaran badan hukum koperasi. Apabila terjadi pembubaran maka para anggota hanya bertanggung jawab sebatas simpanan pokok, simpanan wajib, dan modal penyertaan yang disetorkannya. Dalam hal anggota koperasi yang memberikan pinjaman pribadi pada koperasi, ia mempunyai posisi yang sama dengan para kreditur lain dalam hal menuntut pelunasan piutang kepada badan hukum koperasi.
J. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Merupakan Aturan Main Dalam Sebuah Koperasi

Pada hakikatnya, anggaran dasar koperasi merupakan kumpulan ketentuan dan peraturan yang dibuat oleh para pendiri koperasi atas dasar kesepakatan bersama; yang berlaku sebagai undang-undang –by laws- terhadap anggota koperasi. Maka dapatlah dikatakan bahwa anggaran dasar tersebut berlaku sebagai dokumen persetujuan, kontrak, ataupun perjanjian antar pendiri, karena anggaran dasar sebagai perjanjian haruslah ditaati dan berlaku sebagai undang-undang yang mengikat bagi pembuatnya (pasal 1338 KUH Perdata) sebagai kekuatan derivatif dari hukum perikatan.

K. Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
Perbedaan mencolok antara perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ”sebelum” dan ”sesudah” koperasi berstatus badan hukum dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Dari subjek yang melakukan perbahan, pada saat koperasi belum menjadi badan hukum yang melakukan perbahan ialah para pendiri, sedangkan ketika koperasi telah menjadi badan hukum maka yang melakukan perubahan ialah rapat anggota atau sesuai dengan anggran dasar sebelumnya. Setiap perubahan yang terjadi pada saat sebelum koperasi menjadi badan hukum hanya berpengaruh kepada jangka waktu pendaftran koperasi pada otoritas berwenang saja yakni 3 bulan setelah permohonan yakni sejak permohonan perubahan terakhir. Kemudian perubahan anggaran dasar setelah koperasi berbentuk badan hukum yang sangat tergantung pada seberapa mendasarnya perubahan (misalnya perubahan nama koperasi, perubahan struktur modal, dll) maka perubahan yang dihasilkan harus mendapat pengesahan dari otoritas yang berwenang. Namun jika tidak menyangkut pasal-pasal yang mendasar maka tidak perlu mengajukan permintaan pengesahan dari otoritas yang berwenang melainkan cukup dibuat dalam bentuk akta autentik saja.




Tidak ada komentar: