Selasa, 14 Juli 2009

PRAKTIK JUAL BELI TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DAN PENDAFTARANNYA MENURUT PP NOMOR. 24 TAHUN 1997


A. Latar Belakang

Pembangunan industri di Indonesia yang dilakukan pada masa orde baru, belum maksimal bahkan terjadi kemunduran sebagai dampak krisis moneter. Sedangkan pada masa orde lama Presiden Sukarno mengutamakan pembangunan dibidang pertanian, mengingat Indonesia sebagai negara agraris. Alangkah baiknya jika Negara kita disamping membangun sektor industri juga mengembangkan sektor agraris dimana iklim dan kondisinya sesuai dan menunjang. Dalam Negara agraris tanah merupakan harta berharga bagi pertanian, perkebunan, perumahan, serta tempat usaha yang dikelola individu maupun oleh badan hukum. Pembangunan yang dikelola oleh pemerintahpun membutuhkan tanah sebagai instrumen pembangunan.

Mengingat Indonesia adalah Negara hukum segala kegiatan pembangunan harus berdasarkan hukum. Hukum diperlukan agar pembangunan dapat berjalan dengan tertib dan terhindar dari perbenturan kepentingan, khususnya perbenturan kepentingan soal tanah sehingga hukum akan melindungi hak seseorang yang memiliki tanah tersebut.

Dewasa ini kasus-kasus tanah makin meningkat, mengingat kebutuhan pemerintah dan masyarakat dalam bidang tanah yang semakin bertambah banyak. Tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, bahkan dapat dikatakan setiap saat manusia berhubungan dengan tanah. Setiap orang memerlukan tanah tidak hanya pada masa hidupnya, tetapi sudah meninggalpun masih tetap berhubungan dengan tanah. Oleh sebab itu tanah adalah merupakan kebutuhan vital manusia.

Persoalan tanah yang dihadapi karena meningkatnya jumlah penduduk tidak seimbang dengan luas tanah, sehingga tanah menjadi obyek yang diperebutkan dan sering muncul persengketaan. Semua itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidup terus meningkat. Padahal tanah merupakan benda mati, tetap pada keadaan semula atau tidak bisa berkembang. Mengingat kebutuhan masyarakat dan pemerintah dalam bidang tanah terus meningkat, menyebabkan kedudukan tanah menjadi sangat penting terutama mengenai kepemilikan, penguasaan, dan penggarapan tanah. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan sistem pertanahan yang

dapat meningkatkan kemakmuran rakyat.

Pasal 6 UUPA tahun 1960 berbunyi “ Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial “. Dalam penjelasan umum fungsi sosial hak atas tanah berarti hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dibenarkan bahwa tanah itu akan dipergunakan semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi, apalagi jika hal itu menimbulkan kerugian pada masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifatnya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dan negara.

Meskipun demikian, tidak berarti bahwa kepentingan perorangan terdesak oleh kepentingan umum. UUPA juga memperhatikan pula kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat. Kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat harus seimbang hingga akhirnya tercapai tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Persoalan pertanahan apabila tidak dapat diselesaikan dengan segera akan menjadi sumber masalah yang besar. Oleh karena itu permasalahan tanah hendaklah diselesaikan dengan seksama, cepat dan bijaksana sehingga dapat terwujud sumber daya dan faktor produksi untuk pemerataan pembangunan secara menyeluruh sesuai yang dicita-citakan oleh Bangsa dan negara kita.

Salah satu upaya mengatasi adanya permasalahan di bidang pertanahan adalah dengan jalan memberikan kepastian hukum terhadap bidang-bidang hukum tanah, baik yang dimiliki atau dikuasai oleh perorangan maupun badan hukum. Sehingga orang atau badan hukum yang memiliki tanah tidak bisa diganggu gugat oleh orang atau badan hukum kecuali Undang-Undang menentukan lain.

Perangkat peraturan pertanahan telah diterbitkan, sebagai suatu bukti Pemerintah telah memberi kepastian hukum tentang kepemilikan tanah. Hal ini sesuai dengan tujuan diundangkannya UUPA, meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu tanah harus didaftarkan di Kantor Pertanahan yang ada di Kabupaten / Kotamadia agar Pemerintah memberikan kepastian hukum. Menurut Boedi Harsono tujuan pendaftaran tanah, ialah :

1. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan dan untuk pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai tanda bukti.

2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang yang sudah didaftar.

3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Pelaksanaan PP nomor. 24 tahun 1997 belum berpengaruh terhadap semua lapisan masyarakat terutama masyarakat desa, yang belum mengerti arti pentingnya menyertipikatkan dan mendaftarkan tanah mereka. Hal itu terbukti sampai sekarang masyarakat tersebut masih banyak yang belum menyertipikatkan tanahnya, sehingga hukum belum bisa menjamin apakah dia yang berhak akan tanahnya tersebut. Biasanya para pemilik tanah yang ada di desa tersebut hanya memiliki petuk pajak, girik dan Leter C. Padahal orang yang memiliki petuk pajak, girik dan Leter C tersebut pada umumnya adalah pemilik tanah.

Sementara dalam kehidupan sehari-hari dimungkinkan terjadinya peralihan hak atas tanah kepada orang lain misalnya melalui transaksi jual beli. Dalam jual beli sebidang tanah yang belum disertipikatkan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak akan membuat akta tanahnya apabila tanah yang bersangkutan tidak disaksikan Kepala Desa dan Pamong Desa. Oleh karena itu dalam jual beli tanah yang belum bersertipikat, PPAT mengikutsertakan Kepala Desa dalam pembuatan akta tanah seperti yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b PP nomor. 24 tahun 1997.

Peran Kepala Desa dalam jual beli tanah khususnya yang belum bersertipikat, bertanggung jawab bahwa penjual benar-benar berwenang menjual tanah yang dijual dan sekaligus bertindak sebagai saksi dengan seorang anggota perangkat pemerintah Desa yang bersangkutan.Kepala Desa dan Perangkat Desa/Kelurahan dianggap paling tahu tentang pemilikan tanah yang ada di wilayah desanya dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan tanah serta dipandang menguasai medan dari obyek tanah tersebut. Maka Kepala Desa atau Pamong Desa harus hadir dalam transaksi jual beli dan bertindak sebagai saksi serta menanggung kebenaran bahwa penjual tanah tersebut adalah orang yang berwenang atau mempunyai hak atas tanah tersebut dan bisa menjual tanah kepada pihak lain.

Praktik jual beli tanah yang belum bersertipikat ini biasanya dilakukan dibawah tangan bila terjadi sengketa tentang tanah tersebut pembeli akan selalu dirugikan atau sering dikalahkan bila ada gugatan di Pengadilan karena dia tidak memiliki tanda bukti jual beli yang otentik.

Tidak ada komentar: