Minggu, 31 Mei 2009

TAX LEARNING BEA MATERAI

TAX LEARNING BEA MATERAI

KETENTUAN UMUM
DASAR HUKUM PAJAK BEA MATERAI
Adapun dasar hukum dari diterapkannya pajak atas bea meterai adalah sebagai berikut :
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea meterai
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 tentang perubahan tarif bea meterai dan besarnya pengenaan harga nominal yang dikenakan bea materai. Peraturan ini sekaligus mencabut peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 .
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000' target="new_window" href="../peraturan/view.php?id=289dff07669d7a23de0ef88d2f7129e7">133/KMK.04/2000 , tentang bentuk,ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 560/KMK.04/2000, tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000' target="new_window" href="../peraturan/view.php?id=289dff07669d7a23de0ef88d2f7129e7">133/KMK.04/2000 tentang bentuk, ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.04/2000, tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000' target="new_window" href="../peraturan/view.php?id=289dff07669d7a23de0ef88d2f7129e7">133/KMK.04/2000 tentang bentuk, ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133a/KMK.04/2000 , tentang pengadaan, pengelolaan dan penjualan benda meterai
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 , tentang pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133c/KMK.04/2000 , tentang pemusnahan benda meterai
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122a/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan menggunakan benda meterai.
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122b/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan mesin teraan meterai
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122c/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meteri dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan teknologi percetakan.
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122d/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan sistem komputerisasi


Apa yang dimaksud dengan Bea Meterai...?
Bea Materai adalah Pajak atas dokumen yang dipakai oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 )

TERMINOLOGI BEA METERAI
Apa saja yang dikategorikan dalam Terminologi Bea Meterai....?
Dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan pajak atas bea materai, khususnya beberapa pengertian yang tercakup dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 , berikut ini diuraikan beberapa terminologi yang berkaitan dengan pajak bea meterai tersebut.
- Dokumen. Yang dimaksud dengan dokumen dalam undang-undang ini adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan.
- Benda meterai. Yang dimaksud dengan benda meterai dalam undang-undang ini adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah RI.
- Tanda tangan. Yang dimaksud dengan tanda tangan dalam undang-undang ini adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan
- Pemeteraian kemudian. Yang dimaksud pemeteraian kemudian dalam undang-undang ini adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya
- Pejabat pos. Yang dimaksud pejabat pos dalam undang-undang ini adalah pejabat PT. Pos dan giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.


KETENTUAN KHUSUS
Siapa saja yang mendapat Ketentuan Khusus ( Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 )dalam penggunaan bea materai...?
Pejabat pemerintah, hakim , panitera, juru sita, notaris dan pejabat umum lainnya yang masing-masing tengah berada dalam tugas dan jabatannya tidak dibenarkan:
1. Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar,
2. Melekatkan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan
3. Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar
4. Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif bea meterainya.
5. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan ini , dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan .

DALUARSA
Kapan Bea Materi terhitung mulai Daluwarsa ( Pasal 12 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 )..?
Kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang terutang menurut Undang undang Bea Materai menjadi daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun sejak tanggal dokumen dibuat.

KETENTUAN PIDANA
Bagaimana Ketentuan Pidana yang di tetapkan berkaitan dengan beamaterai ?
( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 )
Sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP ) , maka barangsiapa :
1. Meniru atau memalsukan meterai tempel, kertas meterai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai;
2. Dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukkan ke negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak;
3. Yang sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya, tandatangannya, atau tanda sahnya atau tanda waktunya telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak;
4. Menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda meterai.
Ketentuan dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengenai ketentuan pidana menyebutkan bahwa akan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tahun ( tindak pidana kejahatan ) bagi barangsiapa yang dengan sengaja menggunakan cara lain pelunasan bea meterai atas dokumen tanpa izin menteri keuangan.


OBJEK DAN TARIF BEA MATERAI

Apa saja yang menjadi Objek dan Tarif Bea Meterai....?
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 mengatur tentang objek dan tarif bea meterai. Pada hakekatnya objek untuk bea meterai adalah dokumen. Dalam hal ini bentuk dokumen yang menjadi objek dari bea meterai adalah sebagai berikut:
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
3. Akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah)
4. a. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,00 atau harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing :
- Yang menyebutkan penerimaan uang
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank
- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
- Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan
b. Apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah )
c. Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea meterai.
5. Surat berharga seperti wesel , promes dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00. Tarif bea meterai untuk dokumen ini Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 tidak terutang bea meterai.
6. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya adalah Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya Rp 3000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea meterai.
7. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan serta surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula , yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Tarif bea meterai yang dikenakan sebesar Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ).
8. Berdasarkan bunyi pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 , maka tarif bea meterai untuk cek dan bilyet giro ditetapkan sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal. Tarif ini berlaku efektif per 1 Mei 2000


OBJEK YANG DIKECUALIKAN

Apa saja yang mendapat pengecualikan Sebagai Objek Bea Meterai....?
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tentang dokumen-dokumen yang bukan termasuk objek bea meterai. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dokumen yang berupa surat penyimpanan barang , konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, keterangan pemindahan yang dituliskan pada ketiga surat tersebut, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim dan surat-surat sejenis lainnya.
2. Segala bentuk ijazah.
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pesiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara dan kas pemerintah daerah.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah.
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern oganisasi
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang, uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
8. Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

SAAT DAN PIHAK YANG BERUTANG

Kapan Saat dan Bagaimana Pihak Yang Terutang dikenakan Bea Meterai...?
Saat terutang bea meterai adalah sebagai berikut :
1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak.
Saat terutangnya bea meterai atas dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, misalnya cek.
2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak.
Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat dokumen tersebut selesai dibuat, yang ditutup dengan tandatangan dari pihak-pihak yang bersangkutan.
3. Dokumen yang dibuat di luar negeri.
Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat dokumen tersebut digunakan di Indonesia.
Pihak yang terutang bea meterai.
Bea meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

CARA PELUNASAN
Bagaimana Cara Pelunasan Bea Meterai....?
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan bea meterai. Pada dasarnya pelunasan bea meterai dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai.
Pelunasan dengan benda meterai ini bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu oleh Wajib Pajak sendiri, dan dapat pula dilakukan melalui pemeteraian kemudian oleh pejabat pos. Dalam menempelkan meterai tempel dan menggunakan kertas meterai harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut ( pasal 7 ayat (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 ) :
a. Meterai tempel harus direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea meterai.
b. Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan
c. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel
d. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.
Bila pelunasan bea meterai dilakukan dengan menggunakan kertas meterai maka harus memperhatikan hal-hal sebagaimana yang tercantum dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 sebagai berikut :
a. Kertas meterai yang sudah digunakan tidak boleh digunakan lagi ( ayat (7) )
b. Jika isi dokumen yang dikenakan bea meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai ( ayat (8) )
c. Bila ketentuan penggunaan dan cara pelunasan bea meterai tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai ( ayat (9) )
2. Cara pelunasan bea meterai dengan cara lain yang ditetapkan menteri keuangan, yaitu :
a. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai
b. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan
c. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi
d. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan alat lain dan teknologi tertentu (Lihat KMK No. 133b/KMK.04/2000).



TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MENGGUNAKAN MESIN TERAAN METERAI

BAGAIMANA DASAR HUKUM DAN TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI...?
Dasar Hukum :
- 133b/KMK.04/2000

- KEP - 122b/PJ./2000 Jo SE - 07/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001

A. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai
• Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai diperbolehkan bagi penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen.
• Penerbit dokumen yang akan menggunakan Mesin Teraan Meterai harus memenuhi beberapa syarat berikut :
1. Mengajukan permohonan ijin tertulis kepada Kepala KPP setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan meterai yang akan digunakan serta melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.
2. Melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
• Dalam hal wajib pajak telah memperoleh ijin untuk menggunakan mesin teraan meterai, maka wajib pajak harus menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada Kepala KPP setempat, paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
• Ijin menggunakan mesin teraan meterai berlaku untuk 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
• Dalam hal mesin teraan meterai rusak atau tidak digunakan lagi, maka Bea Meterai yang belum digunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai lain atau pencetakan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan ataupun dengan sistem komputerisasi.
• Penerbit dokumen yang akan mengalihkan Bea Meterai harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala KPP setempat disertai dengan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.


TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN TEKNOLOGI PERCETAKAN
Dasar Hukum :
- 133b/KMK.04/2000

- KEP - 122c/PJ./2000 Jo SE - 04/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001

Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan
• Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan hanya digunakan untuk dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.
• Perusahaan yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak untuk melaksanakan pembubuhan tanda Bea Meterai lunas adalah Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) dan/atau perusahaan sekuriti yang memperoleh ijin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL) yang ditunjuk oleh Bank Indonesia,yaitu : PT Wahyu Abadi, PT Graficindo Megah Utama, PT Swadharma Eragrafindo Sarana, PT Jasuindo Tiga Perkasa, PT Sandipala Arthaputra, PT Karsa Wira Utama.
• Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus melakukan pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai, dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
• Penerbit dokumen yang melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus mengajukan permohonan ijin tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan jumlah Bea Meterai yang telah dibayar.
• Perum PERURI dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek, harus menyampaikan laporan bulanan kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 10 setiap bulan.
• Surat ijin dikeluarkan oleh Dirjen pajak dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
• Bea Meterai yang telah dibayar atas tanda Bea Meterai Lunas yang tercetak pada cek, bilyet giro, dan efek yang belum digunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai atau untuk pembubuhan tanda Bea Meterai dengan cara lainnya.
• Penerbit dokumen yang akan mengalihkan Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.
• Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda Bea Meterai Lunasnya dibubuhkan sebelum tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau meterai tempel.
• Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda lunasnya dibubuhkan sejak tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau dengan meterai tempel ditambah denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai kurang bayar (Lihat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985)



TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOMPUTERISASI
Dasar Hukum :
- 133b/KMK.04/2000

- KEP - 122d/PJ./2000 Jo SE - 05/PJ.05/2001

C. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Sistem Komputerisasi
• Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi digunakan untuk dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal 100 dokumen.
• Penerbit dokumen yang menggunakan sistem komputerisasi harus mengajukan ijin tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.
• Penerbit dokumen yang menggunakan sistem komputerisasi harus membayar Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
• Penerbit dokumen yang memperoleh ijin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi harus menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
• Ijin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 (satu) bulan berikutnya.
• Penerbit dokumen yang saldo Bea Meterainya kurang dari estimasi kebutuhan satu bulan, harus mengajukan permohonan ijin baru, dengan terlebih dahulu membayar uang muka minimal sebesar kekurangan yang harus dipenuhi untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.
• Bea Meterai yang belum digunakan karena sesuatu hal, dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai, atau pencetakan Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan.
• Penerbit dokumen yang melakukan pengalihan Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang dialihkan


PELUNASAN BEA METERAI DENGAN PEMETERAIAN KEMUDIAN
Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan pelunasan bea meterai dengan pemeteraian kemudian (476/KMK.03/2002)
Apa saja yang termasuk kedalam objek pematereian kemudian ..?
Objek Pemeteraian Kemudian
a. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
b. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebaimana mestinya
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia
Bagaimana Mekanisme Pemeteraian kemudian ?

Mekanisme Pemeteraian Kemudian
a. Pemeteraian kemudian dilakukan oleh pemegang dokumen dengan menggunakan meterai tempel atau SSP yang telah disahkan oleh Pejabat Pos
b. Lembar ke-1 (satu) dan ke-3 (ketiga) SSP dilampiri dengan daftar dokumen yang dimeteraikan kemudian yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
c. Pengesahan atas pemeteraian kemudian dilakukan setelah pemegang dokumen membayar denda

Berapa besar Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian kemudian ?

Besarnya Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara Pemeteraian Kemudian
a. Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian
b. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi adalah sebesar Bea Meterai yang terutang
c. Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian
Apa saja Sanksi yang diberikan atas Pemeteraian Kemudian ?

a. Denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi untuk point 1d
b. Denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai terutang untuk point 1c apabila pemeteraian kemudian dilakukan setelah dokumen digunakan


TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN DENGAN METERAI TEMPEL
Dasar Hukum :
- Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002

- Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 02/PJ./2003
- Surat Edaran Nomor SE - 01/PJ.53/2003

1. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan Meterai Tempel
a. Pemegang dokumen membawa dokumen ke Kantor Pos terdekat.
b. Pemegang dokumen melunasi Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang dimeteraikan kemudian sesuai dengan SKMK Nomor 476/KMK.03/2002.

c. Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP kode MAP 0174.
d. Dokumen yang telah dimeteraikan kemudian dan SSP dicap TELAH DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh Pejabat Pos disertai dengan tanda tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos bersangkutan.


TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN DENGAN SURAT SETORAN PAJAK
Apa yang menjadi dasar hukum pelunasan bea materai dan tata cara pemateraian kemudian ...?
Dasar Hukum :
- Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002

- Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 02/PJ./2003
- Surat Edaran Nomor SE - 01/PJ.53/2003

2. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan Surat Setoran Pajak (SSP)
a. Membuat daftar dokumen yang akan dimeteraikan kemudian.
b. Membayar Bea Meterai terutang berdasarkan Pasal 4 SKMK Nomor 476/KMK.03/2002.

c. Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP terpisah dengan SSP yang digunakan untuk memeteraikan kemudian.
d. Cara Pengisian SSP sbb :
- SSP yang digunakan untuk melunasi pemeteraian kemudian diisi dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0171
- SSP yang digunakan untuk membayar denda administrasi diisi dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0174
e. Daftar Dokumen yang telah dimeteraikan kemudian dan SSP yang digunakan untuk membayar pemeteraian kemudian dicap TELAH DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh Pejabat Pos disertai dengan tanda tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos bersangkutan


DENDA ADMINISTRASI

Berapa Denda Administrasi yang dikenakan dan Kewajiban Pemenuhan Bea Meterai ?
( Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
1. Dokumen yang terutang bea meterai tetapi bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda sebesar 200% dari bea meterai yang tidak atau kurang di bayar
2. Pelunasan bea meterai yang terutang berikut dendanya dilakukan dengan cara pemeteraian kemudian


BEA METERAI ATAS DOKUMEN YANG DIBUAT DI LUAR NEGERI
Bagaimana mekanisme Bea Meterai Atas Dokumen Yang Dibuat Di Luar Negeri ?
(Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985)
Dokumen yang dibuat di Luar Negeri pada saat akan digunakan di Indonesia harus telah dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian. Selain itu, sesuai dengan bunyi pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 , pemeteraian kemudian dilakukan pula terhadap :
1. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
2. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi ditambah denda.

Tidak ada komentar: