Notaris Sebagai Pejabat Umum
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnyasebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (Dari Pasal 1 PeraturanJabatan Notaris dan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Jabatan Notaris dapat diambilkesimpulan, bahwa tugas pokok Notaris). Istilah pejabat umum merupakan terjemahan dari istilah openbare amtbtenarenyang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan bahwa:
De notarissen zijn openbare ambetenaren, uitsluitend bevoegd, om authentieke akten op te maken wegens alle handelinggen, overeenkomsten en beschikkingen, waarvan eene algemeene verordening gebiedt of de belanghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift bkijken zal, daarvan de dagteekening te verzekeren, de akten in bewaring te houden en daarvan grossen, afschriften en uittreksels uit te geven; alles voorzoover het opmaken dier akten door eene algemeene verordening niet ook aan andere ambtenaren of personen opgedragen of voor hebehouden is.
Dalam bahasa Indonesia bunyinya demikian:
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain (Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia :Tafsiran Tematik Terhadap UU No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,cet. I, (Jakarta: Refika Aditama, 2008), hal. 12) membuat akta otentik untuk kepentingan masyarakat sehingga Notaris digolongkan sebagai pejabat umum (Pejabat umum yang ada di indonesia tidak hanya Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Lelang juga digolongkan sebagaipejabat umum. Menurut pasal 1 ayat 1 PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah dinyatakan “Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai pembuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak atas satuan rumah susun”. Lihat: Indonesia,Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah,PP No. 28 Tahun 1998, LN No. Tahun 1998, TLN No. , ps. 1 ayat 1.)
Arti penting dari profesi Notaris ialah :
bahwa ia karena Undang-Undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang sempurna, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar.
Notaris sebagai pejabat umum juga dapat ditelusuri pada Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya” (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, cet. XXXIX, (Jakarta: Padya Paramita, 2008), hlm 475.)
Pandanganyang berbeda dalam mengungkapkan istilah Notaris sebagai penjabat umum dikemukakan oleh HABIB ADJIE. Beliau menyatakan “perlu diperhatikan bahwa istilahopenbaar abtenar dalam kontek ini tidak bermakna umum, tetapi bermakna publik. Ambt pada dasarnya adalah jabatan publik. Dengan demikian jabatan notaris adalah jabatan publik tanpa perlu atribut openbaar” (Habib Adjie,Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, cet. II, (Jakarta: Refika Aditama, 2009), hal. 31.)
Berdasarkan rumusan tersebut HABIB ADJIE, memberi karateristik Notaris sebagai berikut:
1. Sebagai Pejabat Negara. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara dan memiliki tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkup pekerjaan tetap;
2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu. Kewenangan dari seorang pejabat (Notaris) ada aturan hukumnya agar tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya;
3. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah.Pasal 2 Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dalam hal ini menteri yang membidangi hukum;
4. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya.Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tapi tidak menerima gaji, pensiun dari pemerintah, Notaris hanya menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayani atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu; dan
5. Akuntabilitas atas pekerjaan kepada masyarakat. Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggungjawab untuk melayani masyarakat. Masyarakat dapat menggugat secara perdata Notaris, dan menuntut biaya ganti rugi, dan bunga jika teryata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat
Sejarah Notaris di Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah Notariat di Nederland dan Prancis, karena bersumber dari hukum Notariat di Nederland atas dasar asasconcordantie, sedangkan ketentuan di Negeri Nederland mengambil ketentuan-ketentuan darihukum Notariat di Prancis (loi organique du notariat)
Notaris di Indonesia bermula pada saat di angkat sebagai Notaris pertama bernama MELCHIOR KERCHEM, menjabat sebagai sekretaris dari college van schepenen pada tanggal 27 Agustus 1620. Ia di tugaskan menjabat jabatan “notarius publicus” dalam wilayah kerja Kota Jakarta. Sebutan “notarius publicus” sesuai dengan tugasnya melayani kepentingan publik di wilayah Jakarta (Menurut Soegondo, ketika Nederland dibawah kekuasaan Prancis untuk para Notarisdiberlakukan ketentuan ventosewet, sehingga meskipun Nederland pada tahun 1813 telah mendapatkankemerdekaan kembali tetapi Peraturan Notaris dari ventoswet yang berasal dari Prancis masih tetap berlaku. R. Soegondo Notodisoerjo,Hukum Notariat Di Indonesia : Suatu Penjelasan,cet. I, (Jakarta: CV Rajawali, 1982), hal. 22.)
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis sebagaimana telah disampaikan dalam bab-bab sebelumnya dengan menggunaan metodologi yang mengedepankan pengamatan yang mendalam terhadap literatur kepustakaan, maka kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang dimunculkan adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian kerjasama antara Bank dengan Notaris mengarah kebentuk perjanjian kerja/ borongan karena memenuhi unsur-unsur perjanjian kerja yaitu melakukan pekerjaan tertentu, dibawah perintah, dengan upah dan dalam waktu tertentu. Selanjutnya perjanjian kerjasama ini tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai suatu sebab yang tidak terlarang, karenaberdasarkan analisis lebih mendalam terhadap substansi dan pelaksanaanperjanjian kerjasama antara Bank dengan Notaris terdapat pelanggaran dariUndang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.
Bentuk-bentuk dari pelanggaran tersebut meliputi: menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan atau ditentukan oleh Bankmelalui serangkaian intervensi(Pasal 4 angka 5 Kode EtikNotaris), membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan Bank, sehinggamenutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi (Pasal 4 angka 13 Kode Etik Notaris), menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh Bank dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan (Pasal 4 angka 10 Kode Etik Notaris), Notarisbekerja sama dengan Bank sebagaibadan hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien yaitu nasabah Bank itu sendiri (Pasal 4 angka 4 Kode Etik Notaris) dan melakukan promosi diri, dengan mencantumkan nama dan jabatannya dalam bentuk kegiatan pemasaranya itu pengajuan penawaran kerjasama yang diajukan Notaris kepada Bank (Pasal 4 angka 3 Kode Etik Notaris).
Pelanggaran tersebut dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat dengan sesama
rekan Notaris sebagaimana dilarang dalam penjelasan Pasal 17 huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris dan Pasal 4 angka 9 Kode Etik Notaris.
Imbas dari persaingan yang tidak sehat berdampak pada penurunan kehormatan harkat dan jabatan Notaris.Beberapa praktisi Profesi Notaris dan pengurus Ikatan Notaris Indonesia yang memiliki kapabilitas dibidang Kenotariatan mempunyai pendapatyang samabahwa perjanjian kerjasama antara Bank dengan Notaris telah melanggar ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris terutama ketentuan Kode Etik Notaris. Pernyataan ini didasari pertimbangan bahwa Notaris kerap diminta Bank untuk membuat perjanjian kredit dibawah intervensi Bank. Klausul perjanjian pun lebih banyak ditentukan oleh Bank. Selain itupada dasarnya Notaris sebagai penjabat publik, tentunya harus melayani kepentingan masyarakat yang menghadap kepadanya tanpa harus ada pengikatan sebelumnya.
2. Notaris akan bertindak tidak mandiri dan cenderung berpihak pada Bank, apabila Perjanjian kerjasama antara Bank dengan Notaris tetap dilaksanakan sebagaimana di amanatkan dalam Pasal 4, Pasal 16 ayat 1 huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris dan Pasal 3 angka 4 Kode Etik Notaris. Secara ringkas sikap tidak mandiri dan ketertidakpihakan tercermin dari sikap tunduk pada point-point perjanjian kerjasama yang diadakan Bank dengan Notaris. Sikap keberpihakkan Notaris kepada Bank tampak melalaui serangkaian intervensi Bank kepada Notaris seperti memuat klausul-klausul dari model perjanjian kredit Bank yang bersangkutan yang pada akhirnya menguntungkan kepentingan Bank dan disisi lain merugikan kepentingan nasabah. Dengan begitu Notaris tersebut melanggar sumpah janji jabatan Notaris dan Kewajiban Notaris yang tertuang dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.
Pelanggaran terhadap Pasal 16 ayat 1 huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris, dapat dikenakan sanksi administratif dalam Pasal 85 Undang-Undang Jabatan Notaris berupa: teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat.
Sedangkan berdasarkan Pasal 6 Kode Etik Notaris Notaris, Notaris rekanan Bank dapat dikenakan sanksi indisipliner oleh Organisasi berupa: teguran, peringatan, pemecatan sementara dari keanggotaan Perkumpulan, pemecatan dari keanggotaan Perkumpulan atau pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka pada bagian akhir, penulis membahas dan mencarikan solusi permasalahan atas pokok permasalahan melalui saran-saranyang terurai dibawah iniadalah:
1. Ikatan Notaris Indonesia sebagai organisasi bagi para Notaris di Indonesia dapat memberikan suatu surat keputusan pengurus perkumpulan berupa surat edaran yang disampaikan kepada Pengurus IkatanNotarisIndonesia di seluruh Indonesia mengenai larangan bagi para Notaris membuat perjanjian kerjasama antara Bank dengan Notaris maupun terhadap lembaga atau pihak lainnya. Sedangkan upaya selanjutnya Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris harus segera di revisi untuk memasukan ketentuan pelarangan bagi setiap Notaris membuat pengikatan melalui perjanjian kerjasama, baik dengan Bank maupun instansi lainnya.
2. Notaris selaku pejabat umumwajib menolaksegala bentuk perjanjian kerjasama karena dapat membuat Notaris menjadi tidak mandiri dan berpihak kepada pihak tertentu. SeharusnyaNotaris yang dikualifikasikan sebagai pejabat umum wajib melayani semua lapisan masyarakat, pemerintah,swastadan Bank tanpa ada perjanjian terlebih dahulu dengan pihak-pihak yang bersangkutan. Agar tidak terikat pada perjanjian dengan pihak lain, sebaiknya IkatanNotaris Indonesia menjalin kerja sama dengan asosiasi perbankan nasional yang tergabung dalam Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) dan Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara). Tujuannya untuk meningkatkan posisi tawar Notaris terhadap Bank sehingga Notaris dapat membuatakta sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar