Pengertian Pejabat Lelang
Didalam Pasal 1a VR dikatakan bahwa menurut ketentuan penjualn di muka umum tidak boleh diadakan kecuali didepan Pejabat Lelang, tetapi dengan Peraturan Pemerintah dapat dilakukan penjualan dimuka umum dibebaskan dari campur tangan Pejabat Lelang.
Berdasarkan Pasal 10 Kepmenkeu Nomor 306/KMK.01/2002 tentang Balai Lelang harus dilakukan di hadapan Pejabat Lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini berarti bahwa lelang yang dilakukan Balai Lelang tidak termasuk pada jenis lelang yang dikecualikan dari adanya campur tangan Pejabat Lelang.
Pasal 25 Kepmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Juklak lelang memberikan ketentuan bahwa:
1. Setiap Lelang dilaksanakan dihadapan Pejabat Lelang.
2. Khusus pelaksanaan lelang melalui internet, Pejabat Lelang menutup penawaran lelang dan mengesahkan Pembeli.
3. Pelaksanaan lelang yang menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud adalah tidak sah.
Pasal 3 ayat (1) dan (2) VR dinyatakn bahwa Pejabat Lelang dibedakan dalam dua tingkatan, dimana Gubernur Jenderal menentukan orang-orang dari golongan jabatan mana termasuk dalam masing-masing tingkat.
Tingkatan dari Pejabat Lelang tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal VI yaitu:
1. Termasuk sebagai Pejabat Lelang Kelas I:
- Pejabat Pemerintah yang diangkat khusus untuk itu.
- Penerima uang Kas Negara, yang ditugaskan sebagai Pejabat Lelang.
2. Termasuk sebagai Pejabat Lelang Kelas II:
- Pejabat negara, salain yang ditunjuk sebagai Pejabat Lelang Kelas I, yang menjabat pekerjaan yang diikatkan jabatan Pejabat Lelang.
- Orang-orng yang khusus diangkat untuk jabatan ini.
Pasal 4 ayat (6) kepmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Juklak Lelang di sebutkan pengertian Pejabat Lelang (Vendumeester sebagaimana dimaksud dalam VR) adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dulu Pejabat Lelang ditunjuk, diangkat dan diberi wewenang untuk melakukan penjualan lelang oleh Gubernur Jenderal, sekarang pengangkatan dan pemberian wewenang tersebut oleh Menteri Keuangan.
Menteri Keungan menentukan pembagian tingkatan Pejabat Lelang seperti yang tecantum dalam Pasal 3 Kepmenkeu Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang yaitu:
1. Pejabat Lelang kelas I, dan
2. Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II atau Balai Lelang. Khusus Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di balai Lelang diangkat untuk masa jabatan 2(dua) tahun dan dapat diangkat kembali.
Secara sederhana yang dimaksud dengan Pejabat Lelang adalah orang yang berwenang melakukan penjualan secara lelang. Kewenangan untuk melaksanakan pelelangan berasal dari Menteri Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masyarakat awam melihat Pejabat Lelang ini adalah orang yang memimpin jalannya pelelangan, mengaturnya dan menunjuk peserta yang memberikan penawaran tertinggi diantaranya peserta yang lain menjadi pembeli dalam Lelang tersebut.
Pengangkatan Pejabat Lelang
Didalam Pasal 2 ayat (1) Kepmenkeu Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang disebutkan bahwa Pejabat Lelang diangkat oleh Menteri Keuangan. Seseorang dapat menjadi Pejabat Lelang apabila telah diangkat sebagai Pejabat Lelang oleh Menteri Keuangan, artinya yang tidak diangkat oleh Menteri Keuangan untuk menjadi Pejabat Lelang tidak dapat melaksanakan tugas sebagai Pejabat Lelang.
Orang-orang yang dapat diangkat sebagai Pejabat Lelang ditentukan dalam Pasal 4 Kepmenkeu Nomor 451/KMK.01/2002 tentang Perubahan atas Kepmenkeu Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat lelang, yaitu:
1. Pejabat Lelang Kelas II adalah pegawai DJPLN yang diangkat untuk jabatan itu.
2. Pejabat Lelang Kelas II adalah orang-orang tertentu yang diangkat untuk jabatan itu. Orang-orang tertentu yang dimaksudkan berasal dari :
- Notaris;
- Penilai; atau
- Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) DJPLN diutamakan yang pernah menjadi Pejabat Lelang Kelas I;
- Lulusan Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan.
Pejabat lelang kelas I dan Kelas II berkedudukan di wilayah kerja tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Syarat-syarat untuk diangkat sebagai Pejabat Lelang ditentukan dalam Pasal 5 dan 6 Kepmenkeu Nomor 451/KMK.01/2002 tentang Perubahan atas Kepmenkeu Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang.
Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Pejabat Lelang Kelas I harus memenuhi syarat sehat jasmani dan rohani, berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana (S1) diutamakan Sarjana Hukum, Sarjana Ekonomi Manajemen/Akuntansi, Sarjana Penilai, berpangkat serendah-rendahnya Penata Muda (Golongan III/a), lulus Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Pejabat Lelang dan Penilai, kecuali bagi Pegawai DJPLN yang telah diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas I, memiliki kemampuan melaksanakan lelang yang dinyatakan dengan rekomendasi dari atasan setingkat eselon III dalam unit kerja yang bersangkutan, dan tidak pernah terkana sanksi administrasi dan memiliki integrasi yang tinggi yang dinyatakan dengan surat keterangan dari atasan setingkat eselon III dalam unit kerja yang bersangkutan.
2. Syarat-syarat untuk diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah sehat jasmani dan rohani, berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana (S1) diutamakan bidang Hukum, ekonomi manajemen/akuntansi, atau penilai, memiliki kemampuan melaksanakan lelang, dibuktikan dengan rekomendasi dari Kepala KP2LN setempat, dan lulus ujian Profesi Pejabat Lelang dan Penilai, khusus bagi Notaris dan Penilai yang tidak mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Kauangan. Khusus bagi lulusan pendidikan dan pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan dan Pensiunan PNS DJPLN, tidak perlu mengikuti ujian profesi Pejabat Lelang dan Penilai. Tidak pernah terkena sanksi administrasi, tidak pernah dijatuhi hukuman pidana, dan memiliki integritas yang tinggi yang dinyatakan dengan surat keterangn dari pejabat berwenang, yaitu untuk Notaris rekomendasi dari asosiasi profesi yang bersangkutan, atau untuk pensiunan PNS DJPLN rekomendasi dari kantor Pusat DJPLN, dan untuk lulusan pendidikan dan pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan oleh badan Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan, dengan Surat Keterangan Kelakuan baik dari Kepolisisan. Khusus untuk pensiun PNS DJPLN, berpangkat serendah-rendahnya Penata Muda (Golongan III/a)
Dokumen persyaratan pengangkatan Pejabat Lelang Kelas I menurut Pasal 2 Keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Petunjuk Teknis Pejabat Lelang untuk selanjutnya disebut Juknis Pejabat Lelang terdiri dari Fotocopy ijazah sarjana yang telah dilegalisir, fotocopy Surat Keputusan kepangkatan terakhir, Fotocpy sertifikat kelulusan Pendidikan dan Latihan (diklat) Pejabat lelang dan Penilai, atau lulus Diklat Pejabat Lelang, Diklat Lelang III (khusus) Diklat Lelang II, Diklat Lelang III, dan DPT III PPLN, surat keterangan dokter pemerintah yang menyatakan sehat jasmani dan rohani, surat rekomendasi dari atasan setingkat eselon III dalam unit kerja dan memiliki integritas yang tinggi dari atasan setingkat eselon III dalam unit kerja yang bersangkutan.
Orang-orang yang mengajukan permohonan untuk diangkat menjadi Pejabat Lelang Kelas II harus melengkapi dokumen persyaratan pengangkatannya berdasarkan Pasal 3 Keputusan DJPLN tersebut diatas yang terdiri dari fotocopy ijazah sarjana yang telah dilegalisir, fotocoopy Surat Keputusan kepangkatan terakhir, fotocopy sertifikat kelulusan Pendidikan dan Latiha (diklat) Pejabat Lelang dan Penilai, atau lulus Diklat Pejabat Lelang, Diklat lelang III (khusus), Diklat Lelang II, Diklat Lelang III, dan DPT III PPLN, surat keterangan dokter pemerintah yang menyatakan sehat jasmani dan rohani, bukti menutup asuransi profesi.
Pejabat Lelang Kelas II Yang berasal dari:
1. Notaris melengkapi persyaratan dengan fotocopy surat pengangkatan sebagai
2. Notaris, surat rekomendasi dan keterangan dari organisasi profesi Notaris yang menyatakan tidak pernah terkena sanksi administrasi, dan surat Keterangan Berkelakuan baik dari kepolisian.
3. Pensiunan PNS DJPLN melengkapi persyaratan fotocopy SK pensiun PNS DJPLN, surat keterangn dari Kantor Pusat DJPLN yang menyatakan tidak pernah terkena sanksi administrasi.
4. PNS Departemen Keuangan melengkapi persyaratan dengan surat rekomendasi dari kepala Kanwil departemen Keuangan setempat dan fotocopy Surat keputusan Jabatan terakhir.
Diklat-diklat yang harus diikuti dan lulus tersebut tidak bersifat akumulasi, tetapi pilihan, yaitu memilih salah satu diklat yang ada. Pejabat Lelang yang bersal dari luar pegawai DJPLN mengikuti Diklat Pejabat Lelang dan Penilai, atau Diklat Lelang III (khusus) yaitu diklat yang diselenggarakan khusus bagi pejabat lelang diluar pegawai DJPLN dengan pendidikan arjana. Diklat-diklat yang lain, yaitu Diklat Pejabat Lelang, Diklat Lelang II untuk yang bukan sarjana, Diklat lelang III untuk yang berpendidikan sarjana dan Diklat Penyesuaian Tugas Tingkat III Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (DPT IIIPPLN), diselenggarakan khusus untuk pegawai DJPLN.
Berdasarkan Pasal 23 VI Pejabat Lelang sebelum memangku jabatannya mengangkat sumpah didepan Kepala Pemerintah Daerah. Sumpah dapat dilakukan didepan Kepala Pemerintahan setempat, hal ini dilakukan apabila ada keadaan tertentu dikuasakan kepadanya oleh Kepala Pemerintah Daerah.
Di dalam peraturan lelang yang terbaru ketentuan mengenai pengambilan sumpah ini tetap berlaku. Sebelum melaksanakan tugas Pejabat Lelang terlebih dahulu harus mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya dan dilanti dihadapan dan oleh Kepala Kanwil DJPLN yang membawahi Pejabat Lelang yang bersangkutan. Hal ini sesuai ketentuan pasal 9 Kepmenkeu Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang.
Sumpah yang diucapkan ketika diangkat sebgai Pejabat Lelang dalam VI lebih singkat, hanya menyatakan bahwa akan melaksanakn tugasnya sebagai Pejabat lelang secara seksama. Melaksanakan tugas secara seksama yang dimaksud adalah juga melaksanakan tugas tersebut dengan mentaati peraturan-peraturan yang berlakua sebagaimana halnya yang harus dilakukan oleh sorang pejabat.
Didalam Kepmenkeu sumpah yang diucapkan selain berjanji akan melaksanakan jabatan dengan jujur, seksama, tidak membeda-bedakan, menegakkan hukum dan keadilan, juga akan setia, mempertahankan serta mengamalkan Pancasila, UUD 1945 dan peraturan-peraturan lain yang berlaku.
Pejabat lelang juga bersumpah bahwa untuk mendapatkan jabatan tersebut tidak berjanji memberikan sesuatu kepada siapapun baik langsung maupun tidak langsung dengan nama apapun, serta dalam menjalankan jabatannya tidak akan menerima sesuatu janji pemberian dari siapapun untuk melakukan atau tidak menerima suatu janji pemberian dari siapapun untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Luasnya sumpah yang diucapkan oleh Pejabat Lelang sekarang mengindikasikan bahwa Pemerintah, dalam hal ini DJPLN, mengharapkan seorang Pejabat Lelang yang jujur, adil, tidak memihak dan bersih dalam artian seorang Pejabat Lelang melakukan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku bukan karena pemberian dari suatu pihak yang mempunyai kepentingan dalam pelaksanaan tugas Pejabat Lelang.
Dulu Pejabat Lelang mengucapkan sumpah dan janji di hadapan Gubernur Jenderal, sekarang pengucapan sumpah dan pelantikan dilakukan dihadapan dan oleh Kepala Kanwil DJPLN yang membawahi Pejabat Lelang yang bersangkutan.
Tingkatan pejabat yang mengambil sumpah dan melantik Pejabat lelang sekarang lebih rendah, halini dikarenakan Pejabat Lelang dalam melaksanakan tugas jabatannya dilakukan pengawasan dan pengawasan ini akan lebih mudah dilakukan oleh Kepala Kanwil DJPLN yang membawahi tempat kedudukan Pejabat Lelang.
Menurut Pasal 4 Keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Juknis Pejabat lelangg pengambilan sumpah/janji oleh kepala Kanwil DJPLN didampingi oleh seorang rohaniawan dan disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang saksi.
Tugas/Wewenang Dan Tanggung Jawab Pejabat Lelang.
Pasal 7 VR menyatakan bahwa Pejabat Lelang tidak berwenang menolak permintaan akan perantaranya mengadakan penjualan dalam daerahnya. Maksudnya ialah bahwa setiap permintaan lelang yang diajukan kepadanya didalam wilayah kerja atau tempat kedudukan Pejabat lelang tersebut maka tidak dapat ditolak karena mempunyai kewenagan dalam wilayah kerja atau tempat kedudukan Pejabat Lelang tesebut maka tidak dapat ditolak karena mempunyai kewenangan dalam wilayah tersebut.
Tugas Pejabat lelang berdasarkan Pasal 9 VI yaitu wajib menjaga ketertiban pada pelelangan, bila perlu meminta bantuan pada Kepala Kepolisian setempat. Untuk kepentingan ketertiban, pelelangan dapat dihentikan untuk sementara selama waktu yang dipandang perlu, apabila wewenang ini digunakan, Pejabat lelang memberitahukan saat dimulai lagi pelelangan pada orang-orang yang berkumpul dalam pelaksanaan lelang tersebut.
Pejabat lelang berdasarkan pasal 11 VI mempunyai tugas menyetorkan uang yang diterima dari penjualan barang selama pelelangan berjalan secepat mungkin setelah lelang selesai pada kas lelang.
Pasal 12 VI menyatakan tugas Pejabat Lelang yang lain adalah memelihara buku-buku:
1. Daftar lelang.
2. Daftar barang-barang yang hutang, untuk tiap lelang tersendiri.
3. Buku kas yang pada akhir triwulan diadakan rekapitulasi mengenai penerimaan-penerimaan dalam jangka waktu yang bersangkutan dengan penyetoran ke kas negara dalam triwulan itu.
4. Daftar orang-orang yang hutang, yang belum melunasi hutangnya, dengan disebut orang-per orang.
5. Daftar jaminan seperti yang disebut dalam Pasal 26 VR sejauh diadakan dengan kata khusus, menurut model yang ditetapkan oleh Direktur Financien.
6.
Pejabat Lelang, menyimpan dengan teratur surat-surat resmi yang masuk dan minut-minut dari surat resmi yang keluar yang bersangkutan dengan tata usaha lelang dan memberi nomor urut yang berlaku untuk satu tahun pada surat-surat keluar dan masuk berdasarkan Pasal 13 VI, dan wajib mengatur arsipnya sedemikian hingga mudah dipergunakan.
Pasal 13a VI menyatakan bahwa pejabat Lelang, dalam lingkungan pekerjaannya, berwenang untuk dan atas nama Gubernur Jenderal sebagai mewakili Indonesia, menerima sebagai jaminan bagi piutang yang diberikan pada pelelangan berupa hypotek atas barang tak bergerak, turut dalam pembuatan akta tentang hal itu, menandatangani dan selanjutnya melakukan semua hal yang bersangkutan yang diperlukan. Disamping itu Pejabat Lelang berwenang untuk atas nama Gubernur Jenderal sebagai wakil Indonesia, untuk memberikan Consent untuk roya piutang yang diberikan dengan jaminan hypotek atas barang tak bergerak dalam pelelangan.
Pasal 13b VI menentukan Pejabat Lelang berwenang untuk atas nama Gubernur Jenderal sebagai wakil Indonesia, menerima barang gadai sebagai jaminan yang disebut dalam pasal 26 ayat (3) VR dan melakukan semua hal yang bersangkutan yang diperlukan.
Pembeli disahkan oleh Pejabat Lelang menurut Pasal 38 ayat (1) Kapmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Juklak Lelang. Artinya peserta lelang dapat ditunjuk dan disahkan sebagai pembeli oleh Pejabat Lelang. Peserta lelang yang tidak disahkan sebagai pembeli oleh Pejabat Lelang maka tidak dinyatakan sebagai pembeli.
Pasal 43 ayat (1) Kemenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 Juklak Lelang menyatakan bahwa setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang. Risalah Lelang merupakan akta otentik sebagai bukti telah dilakukannya lelang. Setiap pelaksanaan lelang harus selalu dibuat risalah lelang karena dapat dijadikan sebagai bukti untuk balik nama bagi pembeli.
Pejabat lelang berdasarkan Pasal 5 Keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Juknis pejabat Lelang jo Pasal 10 Kepmenkeu Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang setelah ada penunjukan dari Kepala KP2LN/Pimpinan Balai Lelang mempunyai tugas melakukan kegiatan persiapan lelang, pelaksanaan lelang dan kegiatan setelah lelang.
Pasal 6 Keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Juknis Pejabat Lelang memberikan perincian tugas Pejabat Lelang sebagai berikut:
1. Dalam persiapan Pejabat Lelang:
- Meminta dan menerima dokumen persyaratan lelang yang berkaitan dengan obyek lelang, serta meneliti kelengkapan dan kebenaran formal dokumen persyaratan lelang.
- Memberikan informasi lelang kepada pengguna jasa lelang antara lain, tatacara penawaran lelang, uang jaminan, pelunasan Uang hasil lelang, Bea Lelang dan pungutan-pungutan lain sesuai peraturan perundang-undangan, obyek lelang dan atau pengumuman lelang.
- Membuat bagian Kepala Risalah Lelang, dan mempersiapka bagian badan dan bagian Kaki Risalah Lelang.
2. Dalam pelaksanaan lelang Pejabat Lelang:
- membaca bagian Kepala Risalah Lelang,
- memimpin pelaksanaan lelang agar berjalan tertib, aman dan lancer, mengatur keteppatan waktu;
- bersikap tegas, komunikatif dan berwibawa, menyelesaikan persengketaan secara adil dan bijaksana, dan menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu apabila terjadi ketidak tertiban atau ketidak amanan dalam pelaksanaan lelang,
- mmengesahkan Pembeli Lelang, dan membuat bagian Badan Risalah Lelang.
3. Dalam kegiatan setelah lelang pejabat Lelang:
- Membuat bagian kaki Risalah lelang, menutup dan menandatangani Risalah lelang.
- Pejabat Lelang Kelas I menyetorkan Uang Hasil lelang yang diterima dari Pembeli ke Bendahara Penerima/Rekening KP2LN. Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II menyetorkan Bea lelang, Uang miskin dan PPh (apabila ada) ke Kas Negara serta Hasil Bersih Lelang ke Kas Negara/Penjual. Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Balai Lelang menyetorkan Biaya Administrasi dan PPh (apabila ada) ke Kas Negara serta hasil Bersih Lelang ke Pemilik barang.
Didalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Kepmenkeu tersebut diatas maka menurut Pasal 11 Pejabat Lelang mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Peneliti dokumen persyaratan lelang, yaitu Pejabat Lelang meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang.
b. Pemberi informasi lelang yaitu Pejabat lelang memberikan Informasi kepada pengguna jasa lelang dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan lelang.
c. Pemimpinn lelang, yaitu Pejabat lelang dalam memimpin lelang harus komunikatif, adil, tegas dan bewibawa untuk menjamin ketertiban, keamanan dan kelancaran pelaksanaan lelang, dan
d. Pejabat umum, yaitu Pejabat yang membuat akta otentik berdasarkan undang-undang di wilayah kerjanya.
Jenis lelang yang Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakannya ditentukan dalam Pasal 13 Kepmenkeu Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang, yaitu:
(1) Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang eksekusi dan lelang non eksekusi.
(2) Pejabat lelang Kelas II yang berkedudukan di Balai Lelang hanya berwenang melaksanakan lelang sukarela, lelang aset BUMN/D berbentuk Pesero, dan lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1997.
Pejabat Lelang Kelas I tidak disebutkan secara tertulis jenis lelang apa yang dapat dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa Pejabat lelang Kelas I berwenang melaksanakan semua jenis lelang.
Pasal 15 Kepmenkeu tersebut diatas memberikan ketentuan bahwa Pelabat Lelang dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pemandu Lelang dalam hal penawaran lelang dilaksanakan secara lisan, yang dianggap telah mendapat kuasa dari Pejabat Lelang untuk menawarkan barang.
Pejabat Lelang dalam melaksanakan tugasnya biasanya dalam hal menawarkan barang yang dilelang secara lisan dilakukannya sendiri, tetapi apabila dipandang perlu atau atas permintaan Penjual maka dapat meminta bantuan Pemandu Lelang yang dianggap telah mendapatkan kuasa dari Pejabat Lelang untuk menawarkan barang.
Pasal 7 keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Juknis Pejabat Lelang memberikan ketentuan bahwa Pejabat Lelang dalam pelaksanaan lelang dengan enawaran secara lisan dapat dibantu Pemandu Lelang yang diusulkan secara tertulis oleh Penjual pada saat mengajukan permohonan lelang, Kepala KP2LN atau Pimpinan Balai Lelang mendapatkan pemandu lelang dengan Surat Tugas, apabila tidak mempunyai Pemandu Lelang, apabila tidak mempunyai Pemandu lelang bertugas menawarkan barang dalam pelaksanaan lelang sampai dengan diperoleh penawaran teringgi dan bertanggung jawab kepada Pejabat Lelang.
Keberadaan Pemandu Lelang biasanya dengan tujuan agar pelaksanaan lelang lebih menarik dan untuk dapat merangsang peserta lelang menaikkan harga penawaran sehingga harga lelang yang optimal dapat dicapai.
Berdasarkan Pasal 16 kepmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Juklak lelang menyatakan Pejabat Lelang mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. menegur atau mengeluarkan peserta atau pengunjung lelang apabila melanggar tata tertib lelang;
b. menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu;
c. mengesahkan atau membatalkan surat penawaran lelang;
d. mengesahkan Pembeli Lelang; dan
e. membaalkan Pembeli Lelang yang wanprestasi.
Tugas utama Pejabat Lelang adalah melaksanakan lelang, tentu saja diharapkan pelaksanaan lelang berjalan dengan baik. Agar lelang terlaksana dengan baik maka ada beberapa kewenangan Pejabat Lelang dalam melaksankan tugasnya. Kewenangan tersebut seperti yang tercantum dalam Kepmenkeu diatas.
Apabila ada pengunjung atau peserta yang mengganggu ketertiban jalannya lelang atau melanggar tata tertib maka dapat ditegur atau dikeluarkan dari ruang lelang, atau apabila suasana tidak mendukung pelaksanaan lelang dapat dihentikan untuk sementara. Selain itu Pejabat lelang dapat mengesahkan penawaran lelang atau membatalkan lelang yang melanggar ketentuan lelang, mengesahkan pembeli karena pemenang lelang yang disahkan oleh Pejabaat Lelang yang merupakan Pembeli, juga berwenang untuk membatalkan Pembeli yang wanprestasi maksudnya adalah pihak yang disahkan sebagai pembeli oleh Pejabat Lelang pada saat pelaksanaan lelang dapat dibatalkan statusnya sebagai Pembeli apabila wanprestasi yaitu tidak membayar harga lelang pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan peraturan lelang.
Didalam melaksana tugasnya Pejabat Lelang diawasi oleh Pengawas Lelang yang melakukan penilaian atas kinerja Pejabat Lelang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) huruf a keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Juknis Pejabat Lelang. Penilaian kinerja Pejabat Lelang tersebut dijelaskan dalam Pasal 18 yang didasarkan pada:
a. Kualitas pelayanan lelang antara lain:
1. Kecematan dalam menganalisa dokumen,
2. Kelancaran dan ketertiban pelaksanaan lelang
- Ketepatan waktu menyetorkan uang hasil lelang,
- Kejujuran dan loyalitas,
- Optimalisasi harga lelang
b. Kualitas pelayanan lelang, antara lain:
- jumlah risalah lelang (laku, ditahan dan tidak ada penawaran)
- jumlah uang hasil lelang (Pokok Lelang, Bea Lelang, Biaya Administrasi Lelang, Uang Miskin dan pungutan Pajak sesuai ketentuan yang berlaku).
- pembuatan turunan Risalah Lelang.
Pejabat Lelang selain diawasi juga dilakukan pembinaan oleh Direktur Jenderal berdasarkan Pasal 23 Keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Juknis Pejabat Lelang berupa penghargaan atau sanksi. Penghargaan yang dibrikan antara lain berupa Surat atau Piagam. Sanksi yang diberikan berupa peringatan secara tertulis berdasarkan kinerja Pejabat Lelang sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, pembebastugasan atau pemberhentian.
Pembebastugasan berdasarkan Pasal 24 Keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Juknis Pejabat Lelang dilakukan apabila diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dengan tujuan untuk memperlancar proses pemeriksaan atas indikasi pelanggaran.
Selanjutnya dalam Pasal 25 Keputusan DJPLN tersebut diatas pelanggaran yang dimaksud adalah:
a. Tidak menyetorkan uang hasil lelang,
b. Melakukan pungutan diluar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Menyalahgunakan uang jaminan lelang, atau,
d. Melakukan tindakan diluar kepatutan sebagai pejabat lelang, dan atau
e. Jaksa penuntut umum menyatakan bahwa pejabat lelang yang bersangkutan telah berstatus sebagai terdakwa dengan memberikan surat keterangan.
Berdasarkan Pasal Kepmenkeu nomor 205/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang pelanggaran diindikasikan berupa:
1. Membeli barang yang dilelang dihadapannya.
2. Menerima kuasa dari pembeli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar