Sabtu, 17 Oktober 2009

TATA CARA PERMOHONAN PENGESAHAN PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI SISTEM ADMINISTRASI BADAN HUKUM (SABH)


Pengertian :

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.                                                                                            

Perseroan Terbatas telah berdiri sejak ditandatanganinya akta pendirian perseroan di hadapan Notaris oleh para pendirinya, sedangkan status badan hukum perseroan diperoleh setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.


Dasar Hukum :   

1)      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

2)      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

3)      Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas.

4)      Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.

5)      Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

6)      Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1999 tentang Bentuk-bentuk Tagihan Tertentu yang Dapat Dikompensasikan Sebagai Setoran Saham.

7)      Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.HT.01.01 Tahun 2000 tanggal 4 Oktober 2000 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Hukum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

8)      Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor C-1.HT.01.01 Tahun 2001 tanggal 2 Maret 2001 tentang Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris (FIAN) Model I dan Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris (FIAN) Model II untuk Perseroan Terbatas Tertentu.

9)      Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-01.HT.0101 Tahun 2003 tanggal 22 Januari 2003 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan dan Pengesahan Akta Pendirian dan Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

10)  Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-01.HT.01.04 Tahun 2003 tanggal 22 Januari 2003 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

11)  Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-03.HT.01.04 Tahun 2003 tanggal 5 Maret 2003 tentang Tata Cara Penyampaian Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

12)  Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-HT.01.10-03 tanggal 8 Maret 2004 tentang Berakhirnya Sistem Manual terhadap Permohonan Pengesahan Akta Pendirian, Persetujuan, dan Pelaporan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

13)  Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-24.HT.01.10 Tahun 2004 tanggal 12 Nopember 2004 tentang Petunjuk Teknis Sistem Administrasi Hukum Umum.

14)  Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-26.HT.01.10 Tahun 2004 tanggal 6 Desember 2004 tentang Tata Cara Pengesahan Pendirian dan Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Yayasan.

15)  Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-HT.03.10-03 Tahun 2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Kewajiban Notaris Menyerahkan Disket yang memuat Anggaran Dasar Perseroan Terbatas kepada Perum Percetakan Negara Republik Indonesia.


Jenis Perseroan :

1)      Non fasilitas:
adalah perseroan yang didirikan tanpa menggunakan fasilitas apapun.

2)      Fasilitas Penanaman Modal Asing:
adalah perseroan yang didirikan dalam rangka Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal asing.

3)      Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri :        
adalah perseroan dalam rangka Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

4)      Persero :
adalah perseroan yang dimiliki oleh Pemerintah (Badan Usaha Milik Negara/BUMN).


Persyaratan wajib :

a.       Salinan akta bermeterai.

b.      NPWP atas nama perseroan.

c.       Bukti pembayaran uang muka pengumuman akta perseroan dalam Tambahan Berita Negara (TBN) dari Perum Percetakan Negara Republik Indonesia.

d.      Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

e.       Bukti Setor Modal dari Bank:
ü      untuk pendirian perseroan.
ü      untuk peningkatan modal.


Prosedur :

1.      Seluruh proses permohonan dilakukan secara online melalui jaringan internet yang dapat diakses oleh setiap Notaris yang terdaftar pada Sisminbakum dari seluruh Indonesia. Masing-masing Notaris yang terdaftar pada Sisminbakum diberikan User ID dan Password untuk menjaga keamanan selama pemrosesan.

2.      Notaris dapat melakukan monitoring langsung melalui jaringan internet 24 jam, sehingga dapat mengetahui kemajuan dari pemrosesan.

3.      Jika ada kesalahan dapat dilakukan perbaikan secara langsung, komunikasi antara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan Notaris dapat dilakukan melalui e-mail.

4.      Pembayaran biaya permohonan dilakukan melalui Bank yang ditunjuk.

Sistem Administrasi Hukum Umum (SABH d/h Sisminbakum) merupakan suatu bentuk pelayanan kepada masyarakat yang diberikan oleh Departemen Hukum dan Hak asasi Manusia Republik Indonesia khususnya Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Pelayanan ini terutama diberikan dalam hal pengesahan atas suatu akta Perseroan Terbatas yang dilakukan secara online yang dapat diakses pada http://www.sisminbakum.go.id/ Dalam  situs ini selain sebagai sarana untuk memproses pengesahan akta Perseroan Terbatas, maka dapat pula dilihat berita-berita seputar Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia khususnya seputar sisminbakum ketentutan mengenai Perseroan Terbatas baik undang-undang maupun peraturan dan keputusan yang berlaku.


CATATAN

PERUBAHAN JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Kepada Yth. Notaris pengguna SABH, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka sejak pukul 00.00 WIB, tanggal 3 Juni 2009, untuk transaksi dengan Nomor Kendali 614000 dan seterusnya diberlakukan tarif transaksi yang baru, dengan rincian sebagai berikut: Selengkapnya  di


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Diberitahukan kepada seluruh Notaris pengguna SABH bahwa mulai sejak hari Senin Tanggal 22 Juni 2009, sudah dapat melihat Pengumuman BERITA NEGARA yang memuat NAMA PERUSAHAAN dan JENIS AKTA dengan mempergunakan menu BNRI di sebelah kanan atas atau dengan menggunakan link BNRI

PEMBAYARAN PNBP
Kepada Yth.Notaris pengguna SABH di seluruh Indonesia, bersama ini diberitahukan agar transaksi pembayaran PNBP untuk permohonan pengesahan SK Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia yang berkaitan dengan Pengesahan Badan Hukum Perseroan dan Pemberitahuan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar TIDAK dilakukan melalui ATM. Transaksi pembayaran hanya dilakukan secara tunai di bank-bank terdekat

MASA EXPIRED PESAN NAMA
Kepada seluruh Notaris pengguna SABH, bersama ini diberitahukan bahwa mulai tanggal 1 Juli 2009, masa expired pesan nama adalah selama 60 hari

Perubahan Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia


Perubahan Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia

 


Kepada Yth. Notaris pengguna SABH, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang mulai berlaku tertanggal 3 Juni 2009 pukul 00.00 WIB, untuk transaksi dengan NOMOR KENDALI 614000 dan seterusnya diberlakukan tarif transaksi yang baru, dengan rincian sebagai berikut:
DIAN I

Persetujuan Pemakaian Nama Perseroan Rp.200.000,00
Pengesahan Badan Hukum Perseroan Rp.1.000.000,00
Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) Rp.30.000,00
Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Rp.550.000,00

DIAN II

Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Rp.1.000.000,00
Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) Rp.30.000,00
Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (TBNRI) Rp.550.000,00

DIAN II – Ganti Nama

Persetujuan Pemakaian Nama Perseroan Rp.200.000,00
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Rp.1000.000,00
Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) Rp.30.000,00
Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Rp.550.000,00

DIAN III – Anggaran Dasar

Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) Rp.30.000,00
Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Rp.550.000,00

PEMBUBARAN

Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) Rp.30.000,00
Pengumuman Perseroan Terbatas dalam media Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Rp.550.000,00

1.Untuk selanjutnya, bukti pembayaran PNBP diatas, harus dilampirkan bersamaan dengan penyerahan dokumen fisik. Apabila bukti pembayaran PNBP tidak dilampirkan, maka dokumen fisik tidak akan diperiksa dan proses pengesahan SK tidak akan dilanjutkan.
2.Penyerahan disket atau softcopy untuk NOMOR KENDALI 614000 dan seterusnya, tidak lagi dikirim ke Percetakan Negara tetapi disket/CD yang berisi Akta Notaris dikirmkan ke Loket : Penyerahan Dokumen Fisik Ditjen AHU atau dikirim via e-mail ke alamat : bnri@sisminbakum.go.id. Format dokumen yang disarankan berbentuk (.doc atau .docx : format microsoft words) atau format lain seperti (.odt : open office; .txt : text format; atau .rtf : rich text format.)
3.Seluruh pembayaran ditujukan ke rekening di bawah ini:
 Nama Rekening: Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum
 Nomor Rekening : 120 11779 481
 Bank: BNI Cabang Tebet, Jakarta
   Jakarta, 2 Juni 2009.
   Tim Restrukturisasi SABH
   Ketua
   
   Dr. Freddy Harris
   NIP 132 104 419



TATA CARA PERMOHONAN PENGESAHAN PENDIRIAN YAYASAN

 
Pengertian :

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Dasar Hukum :

a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.


Persyaratan :

a. Surat permohonan dari Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Cq. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.

b. Salinan akta Yayasan bermeterai 2 eksemplar.

c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Yayasan.

d. Surat Keterangan Domisili Yayasan.


Prosedur :

Permohonan pengesahan dan persetujuan perubahan anggaran dasar Yayasan diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia c.q. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.


TATA CARA PERMOHONAN PENGESAHAN PENDIRIAN PERKUMPULAN

 
Dasar Hukum:

a. Staatblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van Varenigingen).

b. Pasal 1653 – 1665 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Persyaratan :

§ Syarat substansial:

- Didirikan oleh beberapa orang.

- Mempunyai anggota.

- Kekayaan awal dipisahkan dari kekayaan pendiri.

- Kekayaan awal tidak ditentukan.

§ Syarat formal :

- Salinan akta Notaris bermeterai 1 eksemplar.

- Foto copy Surat Keterangan Domisili Perkumpulan dari Lurah/Kepala Desa.

- NPWP atas nama Perkumpulan.

- Bukti pembayaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)

- Bukti pembayaran pengumuman dalam Tambahan Berita Negara dari Percetakan Negara Republik Indonesia.

Prosedur:

Permohonan pengesahan pendirian Perkumpulan diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia c.q. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

TATA CARA PERMOHONAN SURAT KETERANGAN WASIAT



Pengertian:

Surat Wasiat adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi.

Dasar Hukum :

Staatblad 1920 Nomor 305 tentang Ordonansi Daftar Wasiat.


Persyaratan:

a.       Akte kematian (c.q. foto copy yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang) yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil setempat (Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 jis. Staatblad 1849 Nomor 25, Staatblad 1917 Nomor 130, Staatblad 1920 Nomor 751, Staatblad 1933 Nomor 75) atau sertifikat kematian (c.q. foto copy yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang) dari Instansi yang berwenang setempat, apabila almarhum/almarhumah meninggal dunia di luar negeri ;

b.      Surat Bukti Perubahan Nama (c.q. foto copy yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang) berupa salah satu dokumen sebagai berikut :

ü      Penetapan Pengadilan Negeri yang berwenang setempat tentang Perubahan Nama Kecil (Pasal 93 Burgerlijken Stand voor de chinezen, Staatblad 1917 Nomor 130 jo. Staatblad 1919 Nomor 81).

ü      Keputusan Menteri Hukum Republik Indonesia tentang izin Perubahan Nama (Undang-undang No. 4 Tahun 1961, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2154).

ü      Surat Pernyataan Ganti Nama yang disahkan dan dikeluarkan oleh Bupati/Walikota setempat (Keputusan Presidium Kabinet Nomor 127/U/KEP./12/1966 jo. Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 1968).

c.       Dokumen pendukung lainnya (foto copy yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang) yaitu akte kelahiran, akte perkawinan, Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia.

d.      Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari  Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (apabila pembayaran langsung ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia) atau dari Bank setempat (apabila dikirimkan melalui Bank setempat kepada Rekening Menteri Hukum c.q. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum  No. 0011779481 di Bank BNI 1946 Jakarta Cabang BNI Tebet).


Prosedur:

a.       Surat permohonan diajukan oleh pemohon atau kuasa pemohon yang ditujukan kepada Direktur Perdata c.q. Kepala Sub Direktorat Harta Peninggalan Direktorat Perdata Jalan H.R. Rasuna Said Kav. 6-7 Kuningan Jakarta Selatan.

b.      Permohonan dapat diajukan langsung ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia atau dikirim melalui pos.

c.       Permohonan yang diajukan langsung secara perorangan (bukan oleh Notaris/Instansi Pemerintah/Swasta) harus melampirkan Kartu Identitas pemohon berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP).

d.      Berkas permohonan yang sudah lengkap akan diproses dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja, sedangkan yang belum lengkap, diberitahukan dengan surat yang dikirim ke alamat pemohon atau diberitahukan langsung kepada kuasa pemohon.


Tata Cara Pengajuan Permohonan

Permohonan Surat Keterangan Wasiat diajukan oleh orang perorangan atau notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI c.q. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) dengan melampirkan:

1.      Sertifikat/akta/surat kematian yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil atau pejabat yang berwenang c.q. fotokopi yang telah dilegalisir oleh Kantor Catatan Sipil atau pejabat yang berwenang.

2.      Dokumen pendukung lainnya yang relevan dan dipandang perlu (c.q. fotokopi yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang) yakni:

3.      Bukti Setoran Penerimaan Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp. 50.000 (Lima puluh ribu rupiah) untuk biya Pembuatan Surat Keterangan Wasiat atas nama Almarhum atau Almarhumah dari bank atau kantor pos dan giro setempat, yang ditujukan kepada Rekening Menkumham RI c.q. Dirjen AHU No. 120.11779481 di BNI 1946 Cabang Tebet, Jakarta Selatan.

4.      Map khusus untuk Surat Keterangan Wasiat dari Koperasi Pengayoman Departemen Depkumham RI.


PERATURAN TERKAIT :
ORDONANSI DAFTAR PUSAT WASIAT

(Ordonnantie op het Centraal Testarnentenregister)

S.1920-305 jo. 1921-568 (mb. 1Jan. 1922.) (Ord. 15 April 1920)





Pasal 1.

Diadakansuatu daftar surat-surat wasiat dari segala akta, yang berisiketetapan-ketetapan kehendak terakhir, dan hibah-hibah dari seluruh atausebagian harta peninggalan dari si pemberi hibah, demikian pula dari semua aktayang menarik kembali kehendak terakhir atau yang berisi pengambilan kembalisurat wasiat olografis.

Yangdimaksud dengan akta yang berisi kehendak terakhir ialah: surat wasiat terbukaatau umum, akta penyerahan untuk penyimpanan surat wasiat, akta superskripsiatau akta penjelasan notaris yang ditulis pada amplop wasiat rahasia yangdiberikan padanya untuk disimpan, surat-surat di bawah tangan seperti yangdisebut dalam pasal 935 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sepanjang hal inisetelah meninggainya pewaris disampaikan kepada balai harta peninggalan, danakta pengangkatan yang mulai berlaku sejak saat kematian.



Pasal 2.

(s.d.u.dg. S. 1923-356 jo-618.) Directeur van Justitie (kini: Menteri Kehakiman)berkewajiban untuk mengatur bentuk dan pengisian daftar yang dimaksud dalamPasal 1, yang berada di bawah departemennya.

Penjelasan-penjelasanyang diperlukan untuk itu diberikan kepadanya oleh balai harta peninggalan,dengan cara dan dengan mempergunakan formulir-formulir yang ditetapkan untukitu oleh Directeur van Justitie



Pasal 3.

Dalamdaftar itu diadakan catatan sejauh yang ternyata dari penjelasan-penjelasantentang:

sifatakta itu dan tahun, bulan dan hari akta itu dibuat;

namadepan dan nama orang-orang yang membuat ketetapan seperti yang dimaksud dalampasal 1;

pekerjaanmereka atau kedudukan mereka dalam masyarakat;

tempattinggal mereka serta tempat, tahun, bulan dan hari kelahiran mereka;

namadepan, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta itu;

bilamengenai surat di bawah tangan seperti yang dimaksud dalam pasal 935 KitabUndang-undang Hukum Perdata, balai harta peninggalan yang diserahi tugas itu.





Pasal 4.

(s.d.u.dg. S. 1923-356jo. 618.) Keterangan-keterangan dari daftar itu diberikan atasnama Directeur van Justitie kepada setiap orang, atas permohonan,

setelahkematian atau setelah adanya keterangan tentang kematian yang dipersangkakanpewaris atau penghibah, dengan membayar penggantian sejumlah f 2,50.

Pengajuanpermohonan dan pemberian keterangan dilakukan dengan cara dan denganmempergunakan formulir-formutir yang ditetapkan untuk itu oleh Directeur vanJustitie.

Berdasarkanpasal 4 keputusan Directeur van, Justitie dalam Bb. 9960 keterangan-keterangan  tersebut diatasdibuat oleh balai harta peninggalan diberikan dengan memungut bea meterai danbea adminitras.



Pasal 5.

Denganini ditambahkan pasal 36a Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia, lihat disitu.



Pasal 6.

Tekspasal ini  yang telah diubah oleh S. 1923-356jo. 618, dimuat dalam catatan padaNot. 36a



Pasal 7. Dicabut dg.  S.1923-356, 618.



Pasal 8. Mulainya berlaku dan nama.

Senin, 12 Oktober 2009

TATA CARA PENDAFTARAN, PERUBAHAN, PENGHAPUSAN/ PENCORETAN SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA DAN PENGAJUAN PERMOHONAN SERTIFIKAT PENGGANTI JAMINAN FIDUSIA




Pengertian :

a.       Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

b.      Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.


Dasar Hukum:

1.      Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;

2.      Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia;

3.      Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum;

4.      Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia;

5.      Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia;

6.      Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.08-PR.07.01 Tahun 2000 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia;

7.      Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-03.PR.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;

8.      Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-02.PR.07.10 Tahun 2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-03.PR.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di Seluruh Kantor Wilayah Depertemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;

9.      Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor C.UM.01.10-11 Tahun 2001 tentang Penghitungan Penetapan Jangka Waktu Penyesuaian dan Pendaftaran Perjanjian Jaminan Fidusia.

10.  Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor C.UM.02.03-31 tanggal 8 Juli 2002 tentang Standarisasi Laporan Pendaftaran Fidusia dan Registrasi.

11.  Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor C.HT.01.10-22 Tahun 2005 tentang Standarisasi Prosedur Pendaftaran Jaminan Fidusia.


Persyaratan:

a.       Surat permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

b.      Salinan akta Notaris.

c.       Surat kuasa/surat pendelegasian wewenang atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan Jaminan Fidusia.

d.      Melampirkan lembar pernyataan (Lampiran I Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000 – angka 5)

e.       Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).


Prosedur:

I.   Pendaftaran Sertifikat Jaminan Fidusia:

Permohonan diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya, dengan melampirkan pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia dan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Lampiran I Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000, yang isinya:

  1. Identitas pihak pemberi dan penerima yang meliputi:
    • Nama lengkap.

    • Tempat tinggal/tempat kedudukan.

    • Pekerjaan.

  1. Tanggal dan nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang memuat akta Jaminan Fidusia.

  1. Data perjanjian pokok yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.

  1. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia (Lihat penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999).

  1. Nilai penjamin

  1. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.


II.  Perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia:


  1. Permohonan diajukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia secara tertulis dalam bahasa Indonesia melalui Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, apabila Sertifikat Jaminan Fidusia dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

  1. Melampirkan Sertifikat Jaminan Fidusia dan pernyataan perubahan.

  1. Biaya permohonan.

  1. Pernyataan perubahan dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pencatatan permohonan, setelah selesai dilekatkan pada Sertifikat Jaminan Fidusia untuk diserahkan kepada pemohon yaitu penerima fidusia, kuasa atau wakilnya.

  1. Melampirkan Lembar Pernyataan Lampiran II Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000.





III.  Penghapusan/pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia:

  1. Hapusnya Jaminan Fidusia wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lambat 7 hari setelah hapus.

  1. Lampiran dokumen pendukung:

    • Permohonan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia.

    • Sertifikat Jaminan Fidusia yang asli.

  1. Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dari Buku Daftar Fidusia.

  1. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi dan sertifikat dicoret dan disimpan dalam arsip Kantor Pendaftaran Fidusia.


IV.    Sertifikat Pengganti.

  1. Apabila rusak atau hilang, permohonan diajukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

  1. Surat keterangan hilang dari kepolisian atas permohonan yang bersangkutan.

  1. Sertifikat Pengganti diterbitkan dengan nomor dan tanggal yang sama dengan yang rusak atau hilang.

  1. Penyerahan pada tanggal yang sama dengan penerimaan permohonan Sertifikat Pengganti.

  1. Biaya permohonan Sertifikat Pengganti.



V.      Cara Kerja Pejabat Penerima Pendaftaran Jaminan Fidusia.

  1. Memerikasa kelangkapan persyaratan permohonan.

2                  Apabila tidak lengkap, maka langsung dikembalikan,

3                  Apabila Lengkap:

·        Pejabat mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan.

·        Sertifikat Jaminan Fidusia diterbitkan dan diserahkan kepada pemohon pada tanggal yang sama dengan tanggal pencatatan sesuai Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000.


Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.


VI.   Catatan.

Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2001 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.07.10 Tahun 2002:

1.      Sejak tanggal 1 April 2001 Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sudah tidak lagi melakukan Pendaftaran Sertifikat Jaminan Fidusia dan pendaftaran dilaksanakan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tempat kedudukan pemberi fidusia.

2.      Sejak tanggal 8 Juli 2002 Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum difungsikan untuk melakukan perubahan, penghapusan/pencoretan dan mengeluarkan Sertifikat Pengganti atas sertifikat yang terdaftar dan didaftar pada Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, dan melakukan pemantauan dan pembinaan teknis terhadap pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Minggu, 04 Oktober 2009

SELUK BELUK PENGENAAN BEA METERAI




·        Ketentuan Umum
·        Objek dan Tarif Bea Materai
·        Objek yang dikecualikan
·        Saat dan Pihak yang berutang
·        Cara Pelunasan
·        Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai
·        Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan
·        Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Sistem Komputerisasi
·        Pelunasan Bea Meterai Dengan Pemeteraian Kemudian
·        Denda Administrasi
·        Bea Materai atas Dokumen yang dibuat di Luar Negeri


DASAR HUKUM PAJAK BEA MATERAI

Adapun dasar hukum dari diterapkannya pajak atas bea meterai adalah sebagai berikut :- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea meterai

- Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 tentang perubahan tarif bea meterai dan besarnya pengenaan harga nominal yang dikenakan bea materai. Peraturan ini sekaligus mencabut peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 .

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000' ./peraturan/133/KMK.04/2000 , tentang bentuk,ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 560/KMK.04/2000, tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000' /peraturan/133/KMK.04/2000 tentang bentuk, ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.04/2000, tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000' /peraturan/133/KMK.04/2000 tentang bentuk, ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133a/KMK.04/2000 , tentang pengadaan, pengelolaan dan penjualan benda meterai

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 , tentang pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133c/KMK.04/2000 , tentang pemusnahan benda meterai

- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122a/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan menggunakan benda meterai.

- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122b/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan mesin teraan meterai

- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122c/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meteri dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan teknologi percetakan.

- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor  KEP - 122d/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan sistem komputerisasi


Apa yang dimaksud dengan Bea Meterai...?

Bea Materai adalah Pajak atas dokumen yang dipakai oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 )

TERMINOLOGI BEA METERAI

Apa saja yang dikategorikan dalam Terminologi Bea Meterai....?

Dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan pajak atas bea materai, khususnya beberapa pengertian yang tercakup dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 , berikut ini diuraikan beberapa terminologi yang berkaitan dengan pajak bea meterai tersebut.-
Dokumen. Yang dimaksud dengan dokumen dalam undang-undang ini adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan.

- Benda meterai. Yang dimaksud dengan benda meterai dalam undang-undang ini adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah RI.

- Tanda tangan. Yang dimaksud dengan tanda tangan dalam undang-undang ini adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan

- Pemeteraian kemudian. Yang dimaksud pemeteraian kemudian dalam undang-undang ini adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya

- Pejabat pos. Yang dimaksud pejabat pos dalam undang-undang ini adalah pejabat PT. Pos dan giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.


KETENTUAN KHUSUS

Siapa saja yang mendapat  Ketentuan Khusus ( Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 )dalam penggunaan bea materai...?

Pejabat pemerintah, hakim , panitera, juru sita, notaris dan pejabat umum lainnya yang masing-masing tengah berada dalam tugas dan jabatannya tidak dibenarkan:

1.          Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar,
2.          Melekatkan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan
3.          Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar
4.          Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif bea meterainya.
5.          Setiap pelanggaran terhadap ketentuan ini , dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan


DALUARSA

Kapan Bea Materi terhitung mulai Daluwarsa ( Pasal 12 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 )..?

Kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang terutang menurut Undang undang Bea Materai menjadi daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun sejak tanggal dokumen dibuat.


KETENTUAN PIDANA

Bagaimana Ketentuan Pidana yang di tetapkan berkaitan dengan beamaterai ?
( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 )

Sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP ) , maka barangsiapa :

1.         Meniru atau memalsukan meterai tempel, kertas meterai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai;
2.         Dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukkan ke negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak;
3.         Yang sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya, tandatangannya, atau tanda sahnya atau tanda waktunya telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak;
4.         Menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda meterai.

Ketentuan dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengenai ketentuan pidana menyebutkan bahwa akan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tahun ( tindak pidana kejahatan ) bagi barangsiapa yang dengan sengaja menggunakan cara lain pelunasan bea meterai atas dokumen tanpa izin menteri keuangan.


Objek dan Tarif Bea Materai

Apa saja yang menjadi Objek dan Tarif Bea Meterai....?

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 mengatur tentang objek dan tarif bea meterai. Pada hakekatnya objek untuk bea meterai adalah dokumen. Dalam hal ini bentuk dokumen yang menjadi objek dari bea meterai adalah sebagai berikut:

1.      Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
2.      Akta-akta notaris termasuk salinannya. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
3.      Akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah)
4.      a. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,00 atau harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing :
- Yang menyebutkan penerimaan uang
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank
- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
- Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan

b. Apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah )

c. Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea meterai.

5.      Surat berharga seperti wesel , promes dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00. Tarif bea meterai untuk dokumen ini Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 tidak terutang bea meterai.

6.      Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya adalah Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya Rp 3000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea meterai.

7.      Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan serta surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula , yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Tarif bea meterai yang dikenakan sebesar Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ).

8.      Berdasarkan bunyi pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 , maka tarif bea meterai untuk cek dan bilyet giro ditetapkan sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal. Tarif ini berlaku efektif per 1 Mei 2000



Objek yang dikecualikan

Apa saja yang mendapat pengecualikan Sebagai Objek Bea Meterai....?

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tentang dokumen-dokumen yang bukan termasuk objek bea meterai. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :

Ø      Dokumen yang berupa surat penyimpanan barang , konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, keterangan pemindahan yang dituliskan pada ketiga surat tersebut, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim dan surat-surat sejenis lainnya.

Ø      Segala bentuk ijazah.
Ø      Tanda terima gaji, uang tunggu, pesiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
Ø      Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara dan kas pemerintah daerah.
Ø      Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah.
Ø      Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern oganisasi
Ø      Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang, uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
Ø      Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.
Ø      Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.


Saat dan Pihak yang berutang

Kapan Saat dan Bagaimana Pihak Yang Terutang dikenakan Bea Meterai...?

Saat terutang bea meterai adalah sebagai berikut :

1.        Dokumen yang dibuat oleh satu pihak.
Saat terutangnya bea meterai atas dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, misalnya cek.

2.        Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak.
Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat dokumen tersebut selesai dibuat, yang ditutup dengan tandatangan dari pihak-pihak yang bersangkutan.

3.        Dokumen yang dibuat di luar negeri.
Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat dokumen tersebut digunakan di Indonesia.


Pihak yang terutang bea meterai.

Bea meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.


Cara Pelunasan

Bagaimana Cara Pelunasan Bea Meterai....?

Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan bea meterai. Pada dasarnya pelunasan bea meterai dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai.

Pelunasan dengan benda meterai ini bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu oleh Wajib Pajak sendiri, dan dapat pula dilakukan melalui pemeteraian kemudian oleh pejabat pos. Dalam menempelkan meterai tempel dan menggunakan kertas meterai harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut ( pasal 7 ayat (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 ) :

  1. Meterai tempel harus direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea meterai.

  1. Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan

  1. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel

  1. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.

Bila pelunasan bea meterai dilakukan dengan menggunakan kertas meterai maka harus memperhatikan hal-hal sebagaimana yang tercantum dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 sebagai berikut :

  1. Kertas meterai yang sudah digunakan tidak boleh digunakan lagi ( ayat (7) )

  1. Jika isi dokumen yang dikenakan bea meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai ( ayat (8) )

  1. Bila ketentuan penggunaan dan cara pelunasan bea meterai tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai ( ayat (9) )

2. Cara pelunasan bea meterai dengan cara lain yang ditetapkan menteri keuangan,  yaitu  :

  1. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai

  1. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan

  1. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi

  1. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan alat lain dan teknologi tertentu (Lihat KMK No. 133b/KMK.04/2000)



Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai
BAGAIMANA DASAR HUKUM DAN TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI...?
Dasar Hukum :- 133b/KMK.04/2000
- KEP - 122b/PJ./2000 Jo SE - 07/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001

A. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai  Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai diperbolehkan bagi penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen.

Penerbit dokumen yang akan menggunakan Mesin Teraan Meterai harus memenuhi beberapa syarat berikut :

1.      Mengajukan permohonan ijin tertulis kepada Kepala KPP setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan meterai yang akan digunakan serta melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.

2.      Melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak  ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.

Dalam hal wajib pajak telah memperoleh ijin untuk menggunakan mesin teraan meterai, maka wajib pajak harus menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada Kepala KPP setempat, paling lambat tanggal 15 setiap bulan.

Ijin menggunakan mesin teraan meterai berlaku untuk 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.

Dalam hal mesin teraan meterai rusak atau tidak digunakan lagi, maka Bea Meterai yang belum digunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai lain atau pencetakan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan ataupun dengan sistem komputerisasi.

Penerbit dokumen yang akan mengalihkan Bea Meterai harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala KPP setempat disertai dengan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.


TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN TEKNOLOGI PERCETAKAN
Dasar Hukum :
- 133b/KMK.04/2000
- KEP - 122c/PJ./2000 Jo SE - 04/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001

Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan  Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan hanya digunakan untuk dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Perusahaan yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak untuk melaksanakan pembubuhan tanda Bea Meterai lunas adalah Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) dan/atau perusahaan sekuriti yang memperoleh ijin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL) yang ditunjuk oleh Bank Indonesia,yaitu : PT Wahyu Abadi, PT Graficindo Megah Utama, PT Swadharma Eragrafindo Sarana, PT Jasuindo Tiga Perkasa, PT Sandipala Arthaputra, PT Karsa Wira Utama.
Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus melakukan pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai, dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.

Penerbit dokumen yang melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus mengajukan permohonan ijin tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan jumlah Bea Meterai yang telah dibayar.

Perum PERURI dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek, harus menyampaikan laporan bulanan kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 10 setiap bulan.

Surat ijin dikeluarkan oleh Dirjen pajak dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.

Bea Meterai yang telah dibayar atas tanda Bea Meterai Lunas yang tercetak pada cek, bilyet giro, dan efek yang belum digunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai atau untuk pembubuhan tanda Bea Meterai dengan cara lainnya.

Penerbit dokumen yang akan mengalihkan Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.

Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda Bea Meterai Lunasnya dibubuhkan sebelum tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau meterai tempel.
Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda lunasnya dibubuhkan sejak tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau dengan meterai tempel ditambah denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai kurang bayar (Lihat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985)


TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOMPUTERISASI

Dasar Hukum :
- 133b/KMK.04/2000
- KEP - 122d/PJ./2000 Jo SE - 05/PJ.05/2001


C. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Sistem Komputerisasi  Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi digunakan untuk dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal 100 dokumen.

Penerbit dokumen yang menggunakan sistem komputerisasi harus mengajukan ijin tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.

Penerbit dokumen yang menggunakan sistem komputerisasi harus membayar Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.

Penerbit dokumen yang memperoleh ijin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi harus menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
Ijin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 (satu) bulan berikutnya.

Penerbit dokumen yang saldo Bea Meterainya kurang dari estimasi kebutuhan satu bulan, harus mengajukan permohonan ijin baru, dengan terlebih dahulu membayar uang muka minimal sebesar kekurangan yang harus dipenuhi untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.

Bea Meterai yang belum digunakan karena sesuatu hal, dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai, atau pencetakan Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan.

Penerbit dokumen yang melakukan pengalihan Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang dialihkan.


PELUNASAN BEA METERAI DENGAN PEMETERAIAN KEMUDIAN

Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan pelunasan bea meterai dengan pemeteraian kemudian (476/KMK.03/2002)

Apa saja yang termasuk kedalam objek pematereian kemudian ..?

Objek Pemeteraian Kemudian

  1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan

  1. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebaimana mestinya

  1. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia


Bagaimana Mekanisme Pemeteraian kemudian ?

Mekanisme Pemeteraian Kemudian

  1. Pemeteraian kemudian dilakukan oleh pemegang dokumen dengan menggunakan meterai tempel atau SSP yang telah disahkan oleh Pejabat Pos

  1. Lembar ke-1 (satu) dan ke-3 (ketiga) SSP dilampiri dengan daftar dokumen yang dimeteraikan kemudian yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan

  1. Pengesahan atas pemeteraian kemudian dilakukan setelah pemegang dokumen membayar denda


Berapa besar Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian kemudian ?

Besarnya Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara Pemeteraian Kemudian

  1. Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian

  1. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi adalah sebesar Bea Meterai yang terutang

  1. Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian


Apa saja  Sanksi yang diberikan atas Pemeteraian Kemudian ?

  1. Denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi untuk point 1d

  1. Denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai terutang untuk point 1c apabila pemeteraian kemudian dilakukan setelah dokumen digunakan


TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN DENGAN METERAI TEMPEL

Dasar Hukum :
]- Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 02/PJ./2003
- Surat Edaran Nomor SE - 01/PJ.53/2003

1. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan Meterai Tempel

a. Pemegang dokumen membawa dokumen ke Kantor Pos terdekat.
b. Pemegang dokumen melunasi Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang dimeteraikan kemudian sesuai dengan SKMK Nomor 476/KMK.03/2002.
c. Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi dikenakan  denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP kode MAP 0174.
d. Dokumen yang telah dimeteraikan kemudian dan SSP dicap TELAH DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh Pejabat Pos disertai dengan tanda tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos bersangkutan.

TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN DENGAN SURAT SETORAN PAJAK
Apa yang menjadi dasar hukum pelunasan bea materai dan tata cara pemateraian kemudian ...?

Dasar Hukum :
- Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 02/PJ./2003
- Surat Edaran Nomor SE - 01/PJ.53/2003

2. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan Surat Setoran Pajak (SSP)
a. Membuat daftar dokumen yang akan dimeteraikan kemudian.
b. Membayar Bea Meterai terutang berdasarkan Pasal 4 SKMK Nomor 476/KMK.03/2002.
c. Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP terpisah dengan SSP yang digunakan untuk memeteraikan kemudian.
d. Cara Pengisian SSP sbb :

- SSP yang digunakan untuk melunasi pemeteraian kemudian diisi dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0171

- SSP yang digunakan untuk membayar denda administrasi diisi dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0174
e. Daftar Dokumen yang telah dimeteraikan kemudian dan SSP yang digunakan untuk membayar pemeteraian kemudian dicap TELAH DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh Pejabat Pos disertai dengan tanda tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos bersangkutan.

Denda Administrasi
Berapa Denda Administrasi yang dikenakan dan Kewajiban Pemenuhan Bea Meterai ?
( Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
1. Dokumen yang terutang bea meterai tetapi bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda sebesar 200% dari bea meterai yang tidak atau kurang di bayar
2. Pelunasan bea meterai yang terutang berikut dendanya dilakukan dengan cara pemeteraian kemudian

BEA METERAI ATAS DOKUMEN YANG DIBUAT DI LUAR NEGERI
Bagaimana mekanisme Bea Meterai Atas Dokumen Yang Dibuat Di Luar Negeri ?
(Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985)

Dokumen yang dibuat di Luar Negeri pada saat akan digunakan di Indonesia harus telah dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian. Selain itu, sesuai dengan bunyi pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 , pemeteraian kemudian dilakukan pula terhadap :
1. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
2. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi ditambah denda